Sampaikan Catatan Kritis, Koalisi Masyarakat Sipil Minta DPR Batalkan Revisi UU TNI
Hal itu menurutnya dapat dilihat dari penambahan 19 jenis OMSP dari yang sebelumnya berjumlah 14 jenis yang dapat dilakukan oleh TNI. Bahkan, beberapa penambahan tersebut di antaranya tidak berkaitan dengan kompetensi militer, seperti penanggulangan narkotika, prekursor dan zat adiktif lainnya, serta dalam upaya mendukung pembangunan nasional.
"Adanya perluasan dan penambahan cakupan OMSP akan mendorong keterlibatan TNI yang makin luas pada ranah sipil dan keamanan negeri, termasuk untuk mengamankan proyek-proyek pembangunan pemerintah," terangnya.
Lebih dari itu, kata Isnur, upaya perluasan keterlibatan peran TNI di luar sektor pertahanan negara dengan dalih OMSP juga dipermudah, mengingat adanya usulan perubahan bahwa dalam pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah (PP), tidak lagi berdasarkan keputusan politik negara, termasuk dalam hal ini otoritas DPR.
"Jika usulan perubahan ini diadopsi, hal ini menjadi berbahaya karena menempatkan pengerahan dan penggunaan pasukan TNI dalam konteks OMSP tidak bisa dikontrol dan diawasi oleh DPR," kata dia.
Keempat, perluasan jabatan-jabatan sipil yang dapat diduduki oleh perwira TNI aktif sebagaimana tercantum dalam draf RUU Pasal 47 point 2, dapat membuka ruang kembalinya dwifungsi ABRI seperti yang pernah dipraktikan di era rezim otoritarian Orde Baru
" Penting diingat, pada masa Orde baru, dengan dasar doktrin Dwifungsi ABRI, militer terlibat dalam politik praktis di mana salah satunya dengan menduduki jabatan-jabatan sipil di kementerian, lembaga negara, DPR, kepala daerah dan lainnya," ucap Isnur.
Kelima, memperkuat impunitas anggota militer yang melakukan tindak pidana umum. Adanya usulan perubahan Pasal 65 Ayat 2 UU TNI yang menyatakan bahwa prajurit tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan hukum pidana umum, bertentangan dengan semangat dan agenda reformasi TNI tahun 1998.
Isnur mengingatkan bahwa reformasi sistem peradilan militer merupakan salah satu agenda reformasi TNI yang telah dimandatkan dalam Pasal 3 Ayat (4) TAP MPR No. VII tahun 2000 dan Pasal 65 Ayat (2) UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.