Sebulan Buat 60 Eksperimen Daratkan Robot di Mars
’’Namun, karena berbagai pertimbangan, saya urung untuk apply. Terutama karena syaratnya harus menjadi warga negara Australia. Jujur saja, godaannya sangat banyak,’’ tuturnya.
Godaan itu, misalnya, Dephan Australia menawari Bagus bekerja dalam tim yang mendesain kapal selam militer masa depan mereka. Program tersebut sungguh menantang bagi peneliti pemula seperti dia. Apalagi, gaji yang dijanjikan menggiurkan. Baru masuk menjadi ’’PNS’’ di Dephan Australia, gajinya sudah sekitar Rp 50 juta. ’’Itu belum termasuk tunjangan dan benefit lain,’’ ujar Bagus.
Bagus kini mengerti mengapa banyak orang bilang: seorang yang memiliki latar belakang scientific tertentu susah bekerja di Indonesia. Pengalamannya menunjukkan, saat ini baru Australia dan Jepang yang mengapresiasi latar belakang pendidikan itu.
’’Saya tentu saja ingin kembali ke Indonesia, berbuat lebih. Namun, tampaknya saat ini belum bisa. Keadaan di Indonesia masih belum mengizinkan,’’ tuturnya.
Lajang yang tahun depan menikah itu mengatakan masih memiliki obsesi melanjutkan sekolah. Kali ini dia ingin mengambil master bidang kebijakan teknologi di Cambridge University.
Reputasi Cambridge sebagai tempat lahir fisika klasik dan modern serta kampus dengan alumni penerima Nobel terbanyak membuat Bagus tertarik mencoba. Program yang akan dia ambil mengajarkan seseorang bagaimana membuat keputusan dengan menggabungkan teknologi, riset, manajemen, serta kebijakan.
’’Saya rasa ini program yang penting. Negara kita memiliki banyak ilmuwan pintar yang tersebar di berbagai negara. Apabila kita tidak bisa me-manage dan memiliki plan serta kebijakan yang baik, niscaya mereka akan enggan kembali pulang,” tandas dia. (*/c4/ari)