Selandia Baru Sahkan UU Perlindungan Korban KDRT
jpnn.com, AUCKLAND - Selandia Baru banjir pujian setelah meloloskan RUU Perlindungan Korban Kekerasan Domestik. Meski itu bukan regulasi pertama yang berpihak kepada korban KDRT, peraturan yang mulai berlaku April mendatang tersebut menginspirasi negara-negara lain untuk melakukan yang sama.
Jan Logie tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Senyum terkembang di wajahnya sejak hasil voting parlemen dibacakan Rabu (25/7). Akhirnya, parlemen menyetujui RUU Perlindungan Korban Kekerasan Domestik yang dia gagas sejak 2011. Tujuh tahun lalu. Butuh waktu lama bagi legislator Green Party of Aotearoa New Zealand itu untuk mewujudkan harapannya.
Mengapa sampai tujuh tahun? ”Butuh usaha ekstrakeras untuk membuat parlemen satu suara,” kata Logie. Menurut dia, regulasi itu tidak akan pernah bisa terwujud jika tidak didukung pemimpin yang peduli. Juga, politisi yang punya empati. Jika tidak di bawah kepemimpinan Perdana Menteri (PM) Jacinda Ardern, dia tidak yakin aturan yang sudah dia rancang dengan rapi itu bisa gol.
Di mata Logie, upaya pemerintah untuk melindungi para korban kekerasan domestik alias KDRT jalan di tempat. Itu tidak hanya terjadi di Selandia Baru, tapi juga di banyak negara lain.
”Saya yakin, dengan berkolaborasi dan fokus pada tujuan yang sama, kita bisa mengubah semua itu,” tegas perempuan 48 tahun tersebut saat berpidato dalam acara International Woman’s Day seperti dilansir New Zealand Herald.
Sebagai warga Selandia Baru yang paham dengan tingginya angka KDRT di negaranya, Logie tidak mau menyerah begitu saja saat undang-undang yang dia rancang ditentang. Dia bersikukuh menghentikan tindak kekerasan terhadap perempuan Selandia Baru lewat regulasi. Sebab, hanya itulah cara yang paling jitu untuk menyetop kesewenang-wenangan terhadap kaumnya.
Selandia Baru tercatat sebagai negara maju yang angka KDRT-nya sangat tinggi. Dalam setahun, ada 120 ribu kasus kekerasan domestik di Negeri Kiwi tersebut. Dan, itu hanya 20 persen saja dari total seluruh kejadian. Sebab, masyarakat cenderung tidak mau melaporkan kasus KDRT.
Sebanyak 80 persen korban memilih untuk menyimpan kisah sedih mereka. Jika seluruhnya melapor, akan ada lebih dari setengah juta keluarga di Selandia Baru yang bermasalah. Yakni, menjadi korban sekaligus pelaku KDRT. Sebab, mayoritas pelaku KDRT adalah pasangan korban sendiri.