Semoga Waras Listrik di Kegilaan BBM
Dari Bitung saya melakukan komunikasi ke Surabaya, berbicara dengan petugas yang mengurus STNK mobil listrik itu. "Yang dapat STNK memang baru satu, Pak. Tapi, berikutnya sudah akan lancar," ujar Sukotjo, staf PT Grain, saat saya telepon dari Bitung.
"Kalau begitu, saya akan mampir ke Surabaya. Melihat mobilnya dan STNK-nya," kata saya. "Saya bisa menyisihkan waktu empat jam di Surabaya," tambah saya.
Empat jam itu sekalian akan saya gunakan untuk jadwal menjalani stemcell di Stemcell Center RSUD dr Soetomo, memasang crown gigi belakang di dokter gigi langganan saya, dan mencoba mobil listrik yang sudah ber-STNK itu.
Agar hemat waktu, saya minta mobil tersebut dibawa ke rumah dokter gigi di Jalan Sedap Malam, Surabaya. Juga mobil listrik jenis sedan kecil yang STNK-nya sedang diurus.
Lalu, dengan mengemudikan mobil itu saya menuju Bandara Juanda untuk kembali ke Jakarta. Ketika mencoba mengemudikan mobil listrik ber-STNK tersebut saya merasakan getaran halus mobil dan getaran bangga di hati saya.
Sebenarnya saya sudah mencoba minivan itu dua tahun lalu. Tepatnya November 2012. Kini terasa sudah sempurna: power steering, gasnya, remnya, AC-nya, dan segala macamnya. "Perjuangan dua tahun akhirnya ada hasilnya," ujar Sukotjo, staf PT Grain yang menjadi produsen mobil tersebut.
Kendaraan itu memang masih berbasis mobil listrik dari Tiongkok yang dirakit dan disempurnakan di Surabaya. Tapi, komponen terbesarnya, baterai, akan sepenuhnya produksi Indonesia. "Kami sudah bicara dengan Nipress," ujar Martin. "Yang lain-lain secara bertahap juga akan diproduksi di Surabaya," tambahnya.
Dua tahun lalu saya mengunjungi pabriknya yang dibangun di luar Kota Surabaya itu. Sekarang pabrik tersebut sudah jadi dan beroperasi. Mampu merakit 10.000 mobil listrik setahun.