Setara Institute Kritik Kebijakan Erick Angkat Perwira Aktif Jadi Komisaris BUMN
jpnn.com, JAKARTA - Setara Institute mengkritik langkah Menteri BUMN Erick Thohir, mengangkat sejumlah perwira tinggi Polri dan TNI duduk dalam struktur komisaris badan usaha milik negara (BUMN).
Menurut peneliti hak asasi manusia dan sektor keamanan Setara Institute, Ikhsan Yosarie pengangkatan tidak sesuai dengan UU Nomor 2/2002 tentang Polri dan UU Nomor 34/2004 tentang TNI.
Dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri disebutkan, anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Aturan yang sama juga dimuat dalam Pasal 47 ayat (1) UU TNI. Disebut, prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
"Dalam konteks UU TNI, jabatan di BUMN tidak termasuk dalam pengecualian jabatan sipil yang boleh diduduki prajurit TNI aktif. Itu diatur pada pasal 47 ayat (2)," ujar Iksan dalam pesan tertulis, Minggu (14/6).
Menurut Ikhsan, dalam pasal 47 ayat 2 diatur beberapa jabatan yang dikecualikan. Yaitu jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara.
Kemudian, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, dewan pertahanan nasional, search and rescue (SAR) nasional, narkotik nasional dan mahkamah agung.
Melihat sejumlah kondisi yang ada, Ikhsan menilai penempatan sejumlah perwira TNI/Polri aktif dalam jajaran direksi dan komisaris perusahaan BUMN, menggambarkan keengganan (unwilling) pemerintah dalam pelaksanaan reformasi TNI/Polri, serta secara khusus pelaksanaan amanat peraturan perundang-undangan.