Sistem Noken Berpeluang Tentukan Hasil Pilpres 2019
Bagaimana mungkin logistik tersebut bisa didistribusikan tepat waktu sampai ke tempat pemungutan suara (TPS)?
Ketiga, terkait dengan hal yang disebutkan di atas itu, banyak TPS yang sesungguhnya fiktif. Padahal, sesuai dengan peraturan KPU, TPS itu harus ada secara fisik, sesuai dengan penetapannya.
Misalnya, untuk Pilgub Papua 2018 ditetapkan jumlah TPS sebanyak 9.180. Di hampir semua kabupaten di daerah pegunungan tengah, TPS yang benar-benar ada hanyalah di ibu kota kabupaten dan sebagian ibu kota distrik/kecamatan.
Jelaslah jumlah TPS yang tidak operasional alias fiktif sangat banyak. Padahal, seharusnya di setiap TPS di daerah pegunungan tengah berkumpul para pemilih. Kepada mereka diserahkan surat suara. Setiap orang satu lembar. Kemudian mereka bermusyawarah untuk memutuskan kepada kandidat siapa suara mereka secara kolektif diserahkan.
Atas dasar keputusan itu, mereka memasukkan surat suara ke noken tertentu untuk kemudian dicoblos oleh petugas di tempat itu juga dengan disaksikan oleh seluruh pemilih.
Surat suara yang tidak dipakai harus dipisahkan dan “dirusak” sesuai ketentuan sehingga tidak bisa digunakan lagi.
Akan tetapi, pada kenyataannya, proses seperti itu tidak terjadi, khususnya di TPS-TPS yang seharusnya dibangun di tempat-tempat terpencil sesuai dengan keputusan KPU.
Jarang sekali logistik pemilu didistribusikan sampai ke tingkat TPS. Artinya, sebagian terbesar pemilih sebenarnya tidak ikut serta dalam pemilu.