Siti Manggopoh, Kepala Pemberontak dari Ranah Minang
Rasyid menimpali. Dia maju seraya mengacungkan keris ke langit. Yang lain serentak mengikuti.
Mereka lalu mengangkat sumpah di atas Al-Qur’an. “Allahu akbar. Setapak tak akan mundur. Biar mati berkalang tanah daripada hidup terjajah. Siapa mungkir janji dikutuk kalamullah. Allahu akbar.”
Usai itu, sebagaimana dikisahkan dalam buku Siti Manggopoh, Rasyid mengangkat sumpah sendirian.
“Seandainya kita tertangkap hidup-hidup, biarlah saya seorang yang menjalankan hukumannya. Walau dihukum gantung.”
Detik-detik Menegangkan
Malam tiba. Dalam perjalanan ke markas Belanda, atas usulan Siti, mereka singgah di masjid Parit. Di situ ada pusaro limo, makam leluhur yang dikeramatkan. Rombongan mengelilingi pusaro sebanyak 7 kali.
Rahman Sidi Rajo yang punya ilmu garak, menancapkan kayu yang sudah diruncingkan ujungnya ke tanah.
“Ayo cabut. Siapa yang ragu-ragu, akan mudah mencabut kayu ini. Yang berhasil mencabutnya pulang saja ke rumah. Tak usah ikut,” katanya. Tak satu pun dari mereka berhasil mencabut batang kayu itu.