Soal Vonis Meiliana, Ini Kata Ketum PP Muhammadiyah
jpnn.com, JAKARTA - Meiliana divonis 18 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara lantaran memprotes suara azan yang menurutnya terlalu keras. Kini, putusan itu jadi polemik di tengah masyarakat.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, putusan pengadilan harus dihormati. Di luar itu, dia justru mengajak bangsa yang terdiri dari bermacam agama untuk memupuk toleransi sesama umat beragama.
"Kuncinya di situ. Kalau ranah hukum kan ranah yang memang hitam putih dan dia kalau kita bersengketa secara sosial tidak tuntas ya di ranah hukum. Nah kalau dihukum kita terima putusan hukum. Bagi yang tidak puas naik banding," kata Haedar di Kantor PP Muhammadiyah, Kamis (23/8).
Pihaknya mengatakan, komitmen Muhammadiyah bagaimana toleransi dan saling memahami harus ditumbuhkan kembali di tengah masyarakat. Kemudian, tidak semua persoalan harus dibawa ke ranah hukum. Yang di masjid tahu bagaimana menjaga perasaan orang yang beda agama, demikian pula bagi agama lainnya. Di sisi lain, masyarakat juga jangan terlalu sensitif.
"Kadang masyarakat kurang proporsional juga. Kalau ada hiburan kadang tanpa izin gede-gede suaranya sering enggak terganggu, tapi ada suara azan sedikit kencang terganggu," ucap Haedar.
Soal apakah protes yang dilakukan Meiliana dinilai menista agama atau tidak, Haedar tidak mau berpolemik lagi terkait hal itu karena sudah masuk ke ranah hukum. Dia lebih menitikberatkan pada wilayah agama saja dan bagaimana menjaga toleransi beragama ke depannya.
"Yang wilayah agama itu pesan kami itu tadi, jangan semua dimensinya dimensi hukum, dimensi hitam putih, tapi juga dimensi toleransi dari semua pihak. Baik umat beragama ataupun masyarakat," katanya.
Terkait apakah azan itu harus keras, Haedar mengatakan yang namanya panggilan salat memang harus terdengar oleh umat yang dipanggil. Sebab, kalau di dalam hati, panggilan azan tidak didengar oleh jemaah.