Sodorkan Enam Argumen untuk Sebut DPK-DPKTb Bermasalah
Kelima, secara sistem, DPK dan DPKTb tidak menciptakan kepastian hukum dan keadilan. Pasalnya, pemilih DPK dan DPKTb tidak pernah dialokasikan surat suaranya dan tidak mendapatkan jaminan surat suara.
Apalagi, UU Pilpres hanya menjamin surat suara bagi pemilih DPT dan surat suara itu hanya dicetak sejumlah pemilih DPT sesuai aturan dalam Pasal 108 ayat (2) dan Pasal 113 ayat (4).
Said menekankan, pemilih DPK dan DPKTb itu sebetulnya adalah pemilih untung-untungan atau pemilih kelas dua yang diperlakukan secara berbeda dengan pemilih DPT. Kalau ada pemilih DPT yang tidak datang ke TPS atau pemilih DPT tidak menggunakan surat suara cadangan, barulah pemilih DPK dan DPKTb itu bisa memberikan suaranya dengan memanfaatkan surat suara pemilih DPT itu.
Argumen keenam yakni DPK dan DPKTb seharusnya tidak perlu ada karena rakyat sebetulnya telah memberikan dana yang begitu besar dalam jumlah triliunan rupiah kepada pemerintah dan KPU untuk menyusun data kependudukan dan DPT yang berkualitas.
"KPU tentu harus bertanggung jawab atas penggunaan uang rakyat itu. Besarnya anggaran untuk menyusun DPT harus setara dengan hasil kerja mereka menyusun DPT yang berkualitas," tandas Said. (dil/jpnn)