Soesilo Toer si Doktor Pemulung Sampah, Mulai Takut Mati (6)
Soes sebenarnya juga berkeinginan membangun rumah itu. Tetapi, apa daya. Hidupnya sendiri memprihatinkan. Hasil penjualan buku, sesekali diundang berceramah, serta memulung hanya cukup untuk hidup sehari-hari.
Ada usaha lain yaitu beternak. Tapi, yang diternak hanya dua ekor kambing dan belasan ekor ayam. Dua kambing sangat jinak. Dibiarkan berkeliaran. Di dalam rumah juga. Ketika Soes, istri, dan wartawan radar Kudus mengobrol, dua kambing itu menemani. Ketika diusir, mereka pergi tapi, masuk lagi.
Ketika pintu dan jendela ditutup, kambing itu menyodok-nyodoknya dengan kepala. ”Sering membuka pintu atau jendela sendiri,’’ ujar Suratiyem, istri Soes.
Dialah yang setiap hari memberi makan kambing itu. Soes yang mencarikannya dengan memulung buah dan sayur apkir.
Ayam-ayamnya juga dibiarkan berkeliaran. Dulu, semula hanya dua ekor. Jago dan babon. Dibeli Rp 180 ribu. Lama-lama berkembang biak menjadi banyak. Ada yang dimasak sendiri, ada pula yang dijual. Uangnya untuk memenuhi kebutuhan.
Untuk makanan ayam, Soes biasa mendapatkannya dari sisa makanan di restoran-restoran. Sayur, sosis, roti, daging, hingga nasi. Kadang-kadang dapat pula sisa makanan dari tetangga.
Secara ekonomi, Soes merasa tidak miskin. Hidupnya tercukupi. Penjualan buku-buknya juga masih jalan. Anaknya yang berkeliling untuk memasarkan buku-bukunya. Sedangkan dia dan istri melayani pembelian di rumah. Januari lalu mendapat omzet Rp 4 juta.
Malah pernah suatu ketika ada pengunjung perpustakaan yang memborong bukunya. Total Rp 2 juta. Semua habis untuk operasional penerbitan serta memenuhi kebutuhan keluarga.