Sritex Cuma Salah Satu Korban Badai Besar di Industri Garmen
Nur Hidayat menjelaskan bagi perusahaan yang sudah besar seperti Sritex, masalah ini berujung pada keputusan yang sulit, seperti PHK massal atau bahkan kebangkrutan.
"Untuk perusahaan tekstil kecil, dampaknya lebih cepat dirasakan, karena mereka tidak memiliki modal besar untuk menutupi kerugian atau meredam tekanan pasar. Akibatnya, pengusaha kecil dan menengah di sektor ini semakin sulit bertahan," katadia.
Namun, Permendag 8 bukan satu-satunya masalah yang dihadapi industri tekstil nasional. Tingginya biaya produksi, termasuk harga listrik dan bahan baku, menjadi tantangan berat bagi para produsen lokal. Di negara-negara pesaing seperti Vietnam dan Bangladesh, biaya produksi tekstil jauh lebih rendah.
Hal ini memberi keuntungan bagi produk mereka di pasar global, sementara produsen lokal Indonesia harus mengeluarkan biaya tinggi, membuat harga produk mereka tidak kompetitif.
Pemerintah bisa membantu menurunkan biaya produksi dengan memberikan subsidi energi atau insentif bagi produsen tekstil, sehingga mereka bisa lebih bersaing di pasar.
Selain biaya produksi, industri tekstil dalam negeri juga menghadapi masalah dalam akses ke bahan baku berkualitas. Banyak perusahaan terpaksa mengimpor bahan baku karena kualitas bahan baku lokal sering kali tidak memenuhi standar.
"Untuk mengatasi ini, pemerintah bisa membantu mengembangkan industri bahan baku dalam negeri atau memperkuat kerja sama dengan pemasok lokal agar perusahaan tekstil tidak terlalu bergantung pada impor bahan baku," pungkas Nur Hidayat.(mcr10/jpnn)