Suara Tangisan saat Salat Berjemaah di LP Sukamiskin
’’Kalau imam, jadwal saya setiap Senin saja,’’ tutur pria 24 tahun tersebut.
Selain Pondok Quran, Lapas Sukamiskin mendatangkan guru ngaji dan imam dari lembaga dakwah Islam yang lain. Di antaranya, Sahabat Alquran dan Tarqi. Semua dari Bandung. Namun, porsi jam mengajar para ustad dari Pondok Quran paling banyak. Seminggu tiga kali: Senin, Selasa, dan Kamis. Hari lainnya dibagi lembaga lain.
’’Jadwalnya sudah terkoordinasi. Kami dapat jatah tiga hari seminggu,’’ papar Habibi.
Dia tidak sendirian. Ada tujuh ustad lain yang bergantian mengajar dan menjadi imam di Masjid Al Muslih. Mereka adalah Yayat Cahya Sumirat, 40; Zainudin, 24; Ali Muhammad, 26; Irham Umami, 24; Fauzan Kifahayat, 21; Abdul Azis, 24; dan Dede Rifki Arifandi, 22. Mereka sehari-hari menjadi guru di Pondok Quran.
Pembinaan rohani Islam dengan mengaji sejatinya sudah lama dijalankan di Sukamiskin. Namun baru tiga tahun ini terkoordinasi dengan baik. Terutama setelah pihak lapas mendatangkan para ustad dari lembaga-lembaga baca Alquran itu.
Pada 2014, napi yang berminat dengan kegiatan keagamaan tersebut hanya segelintir. Tidak sampai 10 orang. Namun, dalam perjalanan waktu, jumlahnya terus bertambah. Bahkan, tahun lalu jumlahnya naik drastis. Mencapai 200 napi. Terutama untuk kelas training atau kelas motivasi.
’’Yang gabung dengan kelompok baca Quran sekitar setengahnya,’’ ungkap Ustad Yayat Cahya Sumirat, kepala guru ngaji Pondok Quran.
Meski begitu, kegiatan tahsin di Lapas Sukamiskin tidak selalu berjalan lancar. Sebab, karakter napi berbeda-beda. Ada yang belum move on dari kasus yang menjeratnya dan menganggap penjara adalah ’’neraka’’.