Suhendra: Pilkada Jangan Sampai Merobek Persatuan
Tumpang-tindihnya perda dan berbelit-belitnya birokrasi di Indonesia, diakui Suhendra, menjadi salah satu faktor penyebab turunnya peringkat daya saing Indonesia karena high cost economy(ekonomi berbiaya tinggi). Akibatnya, investor enggan masuk. Tahun lalu peringkat daya saing Indonesia turun dari posisi 37 ke 41.
Beberapa faktor yang membuat daya saing Indonesia turun ialah korupsi, inefisiensi birokrasi pemerintah, infrastruktur yang terbatas, akses pendanaan, inflasi, ketidakstabilan kebijakan, tingkat pajak dan lainnya. Kinerja dan tata kelola birokrasi yang lambat menjadi hambatan besar investasi di Indonesia.
“Hal inilah yang dikeluhkan para pengusaha, terutama pengusaha kecil yang menderita di bawah birokrasi yang berbelit,” cetusnya.
Tahun 2017, lanjut Suhendra, setelah pemerintah membatalkan 3.153 perda bermasalah serta menggenjot pembangunan infrastruktur, peringkat daya saing Indonesia kembali naik ke posisi 36 menurut laporan World Economic Forum (WEF).
Dalam laporan bertajuk “Global Competitiveness Index 2017-2018 Edition” ini, daya saing Indonesia naik 5 peringkat ke posisi 36, setelah tahun lalu berada di posisi 41. Namun, meski naik ke posisi 36, peringkat daya saing Indonesia masih berada di bawah 3 negara tetangga di ASEAN, yakni Thailand (peringkat 32), Malaysia (23), dan Singapura (3).
Menurutnya, banyaknya perda yang tumpang-tindih dan tidak sinkron dengan kebijakan pemerintah pusat atau dengan aturan yang lebih tinggi seperti UU, Perpres, PP, bahkan peraturan menteri terbukti membelenggu pemerintah, baik pusat maupun daerah, sehingga pemerintah tak bisa berlari cepat dalam membangun negeri ini.
“Untuk itu, Presiden harus dibantu untuk mencari solusi,” tandasnya.(fri/jpnn)