Sukmawati Menista Agama? Simak Pendapat Hukum Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia
jpnn.com, JAKARTA - Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) merespons dugaan penistaan agama yang dilakukan Sukmawati Soekarnoputri, lantaran membandingkan Nabi Muhammad SAW dengan Ir. Soekarno.
Persoalan ini mendapat sorotan dari Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI, Chandra Purna Irawan, pascaviralnya video diduga Sukmawati mengeluarkan pernyataan dan atau pertanyaan yang dianggap Koordinator Bela Islam (Korlabi) telah menista agama Islam, dan melaporkannya ke polisi.
Chandra melalui keterangan persnya yang diterima jpnn.com, Senin malam (18/11), mengutip pernyataan dan atau pertanyaan Sukmawati yang menjadi polemik tersebut:
"Sekarang saya mau tanya semua, yang berjuang di abad 20 itu, Nabi yang Mulia Muhammad atau Ir. Sukarno? Untuk kemerdekaan. Saya minta jawaban, siapa yang bisa jawab berdiri. Silakan anak-anak muda ayo jawab, enggak ada yang berani? Saya pengen laki-laki, karena radikalis kan banyaknya laki-laki. Coba kamu berdiri, siapa namanya,” ucap Sukmawati kepada salah seorang audiens.
Chandra mengatakan ini sudah kali kedua Sukmawati mengeluarkan pernyataan yang dapat dinilai menyinggung perasaan umat Islam. Apabila pada kasus pertama dahulu belum ditindaklanjuti penegak hukum sebetulnya cukup menjadi peringatan dan pembelajaran baginya untuk tidak melakukan hal serupa.
Nah, karena hal itu terulang kembali oleh Sukmawati, maka dapat dinilai memenuhi unsur dengan sengaja dan/atau dengan maksud. Terlebih lagi memenuhi unsur dimuka umum. Apabila perbandingan tersebut disampaikan ke diri sendiri, hal itu tentu tidak akan menimbulkan masalah.
"Tapi ketika diucapkan di depan publik, maka dapat dinilai masuk dalam rumusan Pasal 156a KUHP yakni terkait penistaan agama. Pasal ini berada di bawah bagian ketertiban umum, makanya ada unsur di depan umum dengan sengaja atau maksud," ucap Chandra.
Dia mengatakan, perbuatan materiil yang diatur di dalam Pasal 156a di antaranya; melakukan perbuatan yang bersifat kebencian, permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan (terhadap ajaran dan simbol agama. Melakukan perbuatan itu dapat berupa ucapan, tindakan fisik, dengan wujud gerakan dari tubuh atau bagian dari tubuh, misalnya menginjak kitab suci suatu agama atau masuk tempat ibadah atau membandingkan simbol agama tetapi tidak sesuai norma kepatutan, norma kesopanan dan norma yang diatur oleh agama tersebut.