Sulit Memisahkan Putusan MK, antara Hubungan Anwar Usman dengan Gibran bin Jokowi
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Boedi Rheza menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai ketentuan syarat batasan umur calon presiden dan calon wakil presiden sarat dengan nepotisme.
Putusan ini diambil berdasarkan perkara gugatan atas batas umur saat ini yaitu 40 tahun. Ketentuan tersebut diatur melalui UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Boedi mengatakan putusan MK tersebut kemudian sangat membuka jalan bagi pencalonan Gibran Rakabuming di Pilpres 2024. Boedi Rheza sendiri menganggap putusan ini justru melampaui kewenangan MK sendiri.
“MK seharusnya hanya sebagai penguji apakah perkara mengenai peraturan perundang-undangan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, bukan untuk memunculkan ketentuan baru," kata dia dalam keterangannya, Rabu (18/10).
Menurut Boedi Rheza, putusan ini sangat kental dengan aroma nepotisme atau kekeluargaan. Posisi Ketua MK Anwar Usman sebagai paman dari Gibran Rakabuming, menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari dugaan adanya pemaksaan kepentingan untuk memuluskan langkah Gibran Rakabuming untuk menjadi cawapres.
“Saya rasa, publik juga melihat hal ini dalam proses keputusan MK. Tidak lagi berdasar pada opini dari masing-masing hakim anggota, namun sangat kental atas kepentingan nepotisme demi kontestasi politik 2024," jelas dia.
Dia juga menyoroti tentang proses pengambilan keputusan MK tersebut yang mengabaikan dissenting opinion dari empat hakim MK yang menolak permohonan tersebut, di antaranya Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.
Sementara dua hakim anggota yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foech memiliki concurring opinion atau alasan berbeda mengenai amar putusan.