Susi Tetap di Hati
Selasa, 13 September 2011 – 05:09 WIB
Ketika pesawat mengudara, saya terus memegang peta yang dalam posisi membuka. Ketika saya rasakan pesawat terus meninggi, barulah saya tahu bahwa sang pilot memilih meloncati saja puncak 4.500 meter itu. Wow! Kata saya dalam hati. Pesawat begini kecil terbang 5.000 meter! Karena kami semua memegang BlackBerry, kami menggunakannya juga untuk mengecek ketinggian. Benar. 5.000 meter!
Saya juga sering dibantu pilot Susi Air. Ketika terbang dari Jakarta ke Pangandaran, kami diberi bonus bisa terbang rendah dan memutar dua kali di atas Pegunungan Kamojang. Dengan cara begitu saya bisa melihat dari atas secara jelas pembangkit listrik geotermal di lereng Gunung Kamojang dan lereng Gunung Salak.
Demikian juga ketika saya terbang dari Bintuni ke Nabire, pilotnya tidak keberatan ketika saya minta mengarah dulu ke selatan karena saya ingin melihat dari atas fasilitas LNG Tangguh di pantai Teluk Bintuni. Bahkan, ketika ke Digul dan pesawat diperkirakan tidak bisa mendarat karena landasan jelek, pilot dengan sabar berusaha keras mendarat. Caranya, beberapa kali pilot menerbangkan Caravannya rendah sekali menyusuri sebelah landasan Digul. Yakni, untuk melihat dengan mata telanjang apakah landasan itu aman didarati. Akhirnya Susi Air mendarat di Digul dengan mulusnya.