Tafsir Nurchamid Didakwa Korupsi, Mantan Rektor UI Terseret
jpnn.com - JAKARTA - Mantan Wakil Rektor Universitas Indonesia (UI), Tafsir Nurchamid didakwa melakukan korupsi dalam proyek instalasi infrastruktur teknologi informasi gedung perpustakaan di perguruan tinggi negeri itu. Hal itu terungkap dalam surat dakwaan atas Tafsir yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, (6/8).
Tafsir didakwa melakukan pidana bersama-sama sejumlah orang termasuk mantan Rektor UI, Gumilar Rusliwa Somantri. "Terdakwa secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi," kata jaksa KPK Supardi membacakan surat dakwaan Tafsir.
Selain Gumilar, ada pula nama lain yang dianggap bersama-sama Tafsir melakukan korupsi. Yakni Donanta Dhaneswara, Tjahjanto Budsatrio dan Dedi Abdul Rahmat.
Sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan, pihak-pihak yang diperkaya dari proyek IT Perpustakaan UI adalah Donanta Dhaneswara, Tjahjanto Budisatrio, Dedi Abdul Rahmat Saleh, Suparlan, Ahya Udin, Imam Ghozal, Baroto Setyono, Subhan Abdul Mukti, Agung Novian Arda, Rajender Kumar Kushi, Jachrizal Sumabrata, Harun Asiiq Gunawan Kaeni, Irawan Wijaya, Gumilar Rusliwa Somantri, Darsono, Ismail Yusuf dan Fisy Amalia Solihati.
"Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Rp 13,076 miliar," sambung jaksa.
Jaksa Supardi melanjutkan, Tafsir bersama sejumlah nama tersebut menetapkan pagu anggaran pengadaan dan pemasangan TI secara sepihak. Besarnya adalah Rp 50 miliar yang dibagi ke dalam beberapa kategori. Antara lain pengadaan perangkat TI sebesar Rp 21 miliar, pemasangan TI Rp 21 miliar, pembayaran pajak proyek Rp 5 miliar, dan disimpan di kas UI Rp 3 miliar.
"Tetapi penetapan pagu anggaran itu tidak melalui proses revisi rencana kerja tahunan, tanpa persetujuan Majelis Wali Amanat, serta tidak didasarkan atas analisa kebutuhan kampus dan hanya berdasarkan perkiraan terdakwa," beber JPU.
Tafisr juga kerap meminta Cahrizal Sumabrata selaku panitia lelang untuk mengarahkan PT Makara Mas agar bisa menjadi pemenang tender. Padahal, sebenarnya perusahaan itu tidak memiliki kualifikasi dalam melaksanakan proyek pengadaan dan pemasangan TI. Alhasil, sambung JPU, PT Makara Mas menggunakan perusahaan bayangan bernama PT Netsindo Inter Buana untuk mengikuti proses lelang dan menang.