Tahun Perusuh
Oleh: Dahlan IskanDari Semarang, saya menuju ke kamp Perusuh. Lewat Tegal, Cirebon, Jakarta, dan Pandeglang.
Dengar akan lewat Tegal, istri saya intervensi: harus mampir sate Cempe Lemu. Kebetulan hanya 50 meter dari exit tol Tegal. Kebetulan pula sudah berkali-kali nyate di situ.
Meski bukan anggota suami takut istri, saya tidak berani menolak permintaannyi, apalagi didukung Kang Sahidin, Pipit, dan Nicky. Pipit, Anda sudah tahu: panitia camping.
Nicky Anda juga sudah tahu: koordinator sukarelawan Vaksin Nusantara Surabaya. Pipit adalah staf khusus direksi J.W. Marriott Surabaya. Nicky staf khusus di perusahaan Isna Iskan.
Syukron, direktur Disway Radar Tegal, memesan 100 tusuk Cempe Lemu. Tambah sup kambing dan gulenya. Pipit terus melihat jam: waktunya segera berangkat ke Cikeusik.
Akhirnya kami tiba di Cikeusik paling akhir. Rombongan bus Perusuh sudah tiba di Agrinex pukul 17.00. Pada jam sebegitu saya masih macet di tol Jakarta.
Sambil macet itu saya terusik oleh lalu lintas komentar di Disway. Akankah hujan badai dan halilintar menyambut para Perusuh? Akankah tenda-tenda di kamp itu akan beterbangan? Apakah ancaman tanah longsor akan jadi bencana akhir tahun?
Ataukah semua itu hanya khayalan nakal para Perusuh. Yakni yang iri karena kalah undian. Dengan maksud agar ada yang takut, mengundurkan diri, untuk bisa digantikan?