Tahun Politik, Romo Magnis: Pancasila Itu Pemersatu, Tidak Boleh Ditawar-tawar Lagi!
"Kita (umat Katolik) terlibat juga dalam rumusan Sumpah Pemuda lewat organisasi pemuda. Namun, perkembangannya, kita tidak lagi terlibat pada gerakan, tetapi pada status quo. Dulu takut dengan kekuatan dan pemegang kekuasaan. Itu sejarah dan bisa dilihat dalam riset," beber Romo Benny yang akrab disapa.
Seminar nasional yang diadakan Stipas Keuskupan Agung Kupang yang mengangkat tema 'Pancasila, Demokrasi, dan Moderasi Beragama'. Foto: Dokumentasi Humas BPIP
Dalam seminar nasional yang mengangkat tema 'Pancasila, Demokrasi dan Moderasi Beragama' tersebut, Romo Benny juga menyoroti tren masyarakat, khususnya umat Katolik saat ini.
"Budaya copy paste, mudah saja menyebarkan berita tanpa didalami dulu, mnipulasi media sosial menjadi alat provokasi agama. Umat menjadi tidak cerdas dan masuk dalam perangkap, malah ikut-ikut provokasi. Agama padahal sakral nilainya, kita menghina agama lain, kita menghina Tuhan juga," bebernya.
Menurut Romo Benny, formalisme agama di Indonesia ini luar biasa. Masyarakat Indonesia seharusnya religius, tetapi korupsi dan kekerasan terus terjadi.
"Ini sebuah ironi, banyak rumah ibadah, tetapi kualitas masyarakatnya tidak berimbang," ungkap Romo Benny.
Salah satu pendiri Setara Institute ini juga menyatakan bahwa terjadi darurat Pancasila.
"83 persen pelajar menyatakan setuju jika Pancasila diganti. Mengapa itu terjadi? Berarti ada kegagalan dalam pendidikan kewarganegaraan dan agama. Seharusnya ini juga menjadi pacu bagi Kemendikbud untuk meningkatkan kualitas pendidikan Pancasila dan agama," katanya.