Tanggapi Kematian Santri Gontor, Bukhori DPR Minta Semuanya Proporsional dan Adil
“Jika ada satu-dua kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan pondok pesantren maupun lembaga pendidikan lain, dorongan untuk melakukan koreksi dan introspeksi patut disampaikan agar lembaga tersebut bisa segera berbenah untuk meningkatkan kelas dan kualitas,” ucapnya.
Bukhori khawatir penggalangan opini yang tendensius dan sikap tidak proporsional akan menuntun pada laku zalim dan stigmatisasi terhadap ponpes sebagai lembaga pendidikan keagamaan Islam, bahkan membuka ruang masuknya narasi islamophobia.
“Laku tidak proporsional dan tendensius bisa menjadi politisasi terhadap kasus ini. Selain tidak membantu menyelesaikan masalah, hal tersebut juga dapat menciptakan stigma dan fitnah terhadap ponpes sebagai lembaga pendidikan keagamaan Islam,” ucapnya.
Anggota DPR lulusan Pondok Pesantren Tsamaratul Hidayah Jepara ini menegaskan, perilaku kekerasan bukanlah nilai atau budaya yang ditoleransi dan ditumbuhkan di pondok pesantren, termasuk di Gontor.
Sebaliknya, proses belajar dan berkegiatan di pondok pesantren dilakukan sesuai dengan nilai-nilai Islam yang ada dalam kitab-kitab yang diajarkan di ponpes, juga kasih sayang dari keteladanan para Kiai serta pengasuh ponpes.
“Budaya dasar di ponpes adalah ukhuwah (persaudaraan) dan bukan kekerasan. Buktinya, budaya tersebut berhasil mendidik para santri sehingga terhindar dari kekerasan dan kenakalan di kalangan remaja semisal tawuran, pengeroyokan, maupun perundungan,’’ ucapnaya.
Sementara itu, kekerasan yang terjadi di Gontor hampir bisa dipastikan itu adalah kecelakaan dan musibah yang tidak diinginkan, apalagi ditoleransi oleh Pesantren Gontor.
Bukhori menyatakan, terlepas dari kasus ini, Ponpes Gontor memiliki kiprah yang panjang seiring dengan perjalanan bangsa yang perlu diketahui publik.