Tanggapi Konflik TNI dan Polri, Wayan Sudirta DPR Ungkap Persoalan Mendasar
Selanjutnya, terkait dengan tindakan pengawasan dan penegakan aturan. Pelaksanaan sistem pengawasan yang melekat dengan menerapkan prinsip reward and punishment atau meritokrasi yang telah diatur, seharusnya sudah dapat diberlakukan secara konsisten sehingga dapat mencegah dan menimbulkan efek jera.
Lebih lanjut, Wayan Sudirta mengataan banyak pihak sebenarnya mempertanyakan efektivitas pelaksanaan sistem pengawasan ini. Sebab, seolah budaya kekerasan atau kultur arogansi ini selalu terjadi dan bahkan dikedepankan dalam menjalankan tugas dan fungsinya hingga dalam kehidupan sehari-hari.
Penegakan etik dan aturan yang ada seolah hanya kepura-puraan atau tindakan formalitas, serta tidak menyasar pada persoalan pokok yang seharusnya menjadi agenda utama dari tujuan pelaksanaan reformasi kultur dan struktur.
“Saya juga mencatat adanya sebuah penyederhanaan masalah pada beberapa kasus konflik tersebut. Melihat dari akar permasalahan memang bisa saja terjadi konflik yang disebabkan oleh kesalahpahaman atau masalah sepele. Akan tetapi hal ini sebenarnya tidak bisa dibiarkan atau ditindaklanjuti dengan mudah atau sepele,” ujar Wayan Sudirta.
Wayan Sudirta mengatakan penegakan hukum atau tindakan sesuai aturan seharusnya diberlakukan secara tegas dan konsisten.
Banyak pengamat dan persepsi publik misalnya yang kemudian mempertanyakan transparansi dan keadilan dari beberapa kasus yang terjadi, karena banyak akibat yang terjadi dari konflik tersebut yang melahirkan korban masyarakat dan merugikan masyarakat atau setidaknya meresahkan masyarakat setempat.
Publik sering kali mempertanyakan mengenai tindak lanjut pelanggaran hukum tersebut karena rentan dengan persepsi impunitas dan penanganan secara tertutup atau rahasia oleh keduanya.
Masyarakat menilai seharusnya penanganan dan hukuman terhadap anggota TNI-Polri yang melakukan kekerasan, apalagi hingga berdampak pada korban sipil, seharusnya mendapat pemberatan.