Tidak Murni Perang Adat
Jumat, 22 Januari 2010 – 05:15 WIB
"Bukan berarti ada damai, lantas ada jaminan akan berdamai, buktinya saat ini kembali perang. Setahu saya perang adat itu tidak mengorbankan anak-anak, namun faktanya orang yang tidak salah juga dibunuh. Dan yang lebih parah adalah menyebabkan trauma batin bagi semua warga yang ada di Kwamki Lama,” ungkapnya. Dikatakan, upaya membangun iman dan mental anak bangsa sebagai generasi akan sulit terwujud jika perang terus terjadi setiap saat. "Jika ini terulang lagi menurut saya sebaiknya jemaat direlokasi dan pemerintah siapkan lokasi. Perang dulu Pemda berjanji akan mengganti rugi kerugian masyarakat namun terbukti tidak ada. Padahal kalau pasar yang terbakar, dana langsung mengalir dan bisa dibangun secepat kilat,” katanya.
Pdt Mateus juga mengkritik warga, yang selama ini selalu mempermasalahkan HAM. Padahal warga sendiri yang melanggar HAM. “Jangan kalau polisi kejar penjahat dikatakan pelanggaran HAM, lalu kalau mereka bunuh saudara sendiri bukan melanggar HAM? Padahal malah lebih berat,” jelasnya. Semua Lembaga Adat, dikatakan Mateus, harus memainkan peranan dalam setiap masalah. Selanjutnya ia mengaku sangat menghargai upaya damai dari kedua kubu serta pihak yang lain yang juga turut membantu.
Dia tegaskan, masyarakat harus tahu adat, makanya para tokoh harus mengajarkan adat. "Jangan damai hanya sekejap lalu karena ingin uang perang lagi. Jika ada kejahatan serahkan kepada hukum negara saja bukan dengan perang, agar kita sempat memikirkan kemajuan dalam semua hal,” anjurnya. Menurut Mateus, dirinya sangat setuju jika para panglima perang dan pelaku perang diproses hukum sehingga ada efek jera.