Tidak Perlu Ada Pelibatan Militer dalam Memberantas Terorisme di Indonesia
jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah dan DPR kini masih terus menggodok Peraturan Presiden (Perpres) tentang pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme.
DPR telah mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Badan Pengawas terkait dengan Perpers tersebut.
Menanggapi rancangan itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), Tristam Pascal Moeliono mengatakan, definisi terorisme dalam UU Nomor 5 tahun 2018 tentang terorisme tidak memenuhi asas legalitas, yaitu asas lex certa (rumusan yang jelas).
"Perpres itu tidak memenuhi asas legalitas atau rumusan yang jelas, sehingga distribusi kewenangan dari Presiden kepada TNI melalui rancangan perpres ini cukup berisiko. Threshold (ambang batas) pendekatan hukum berubah menjadi pendekatan militer juga tidak jelas diatur dalam rancangan perpers ini," kata Tristam dalam diskusi 'Catatan Kritis Dalam Perspektif Sekuritisasi, Hukum, HAM, dan Legilasi Terkait Rancangan Pepres Tentang Pelibatan TNI dalam Mengatasi Terorisme' yang diselenggarakan oleh PBHI, Minggu (29/11).
Kemudian, kata dia, terkait penindakan dari kaca mata militer tentu berbeda rumusannya dengan menindak dari sisi penegakan hukum.
Dia mengatakan, rancangan perpers ini seharusnya memperjelas hal tersebut.
"Persoalan akuntabilitas dan transparansi adalah hal yang perlu perlu dijawab melalui Ranperpes ini. Terorisme yang berkembang terus menerus tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan TNI dan hukum pidana saja, melainkan perlu pendekatan lain. Raperpres ini diberikan beban terlalu berat seolah bisa menyelesaikan semua masalah terorisme," tegas Tristam.
Pada kesempatan yang sama, Dosen hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, Bivitri Susanti menilai rancangan Perpres tentang pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme itu sudah salah dan keliru karena menyangkut ancaman Hak Asasi Manusia (HAM).