Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Tiga Bulan Bisa Keliling Eropa tanpa Biaya

Minggu, 26 Januari 2014 – 08:28 WIB
Tiga Bulan Bisa Keliling Eropa tanpa Biaya - JPNN.COM
Ilia Sumilfia Dewi (kanan), Eko Nur Syah Hidayat (tengah), dan Juliet (kiri) di Plaza Semanggi, Jakarta, (19/1). Foto: M. Salsabyla/Jawa Pos

Manifesto tersebut akhirnya tersebar ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Sebenarnya, kata Ilia, bahasa Esperanto masuk ke tanah air sejak 1919. Hal itu merujuk pada karya terjemahan Liem Tjong Hie tentang legenda dan fabel Jawa serta kisah Saijah dan Adinda karya Multatuli pada 1920-an.

Bahkan, Indonesia pernah mempunyai organisasi pengguna bahasa Esperanto bernama Indonezia Universala Esperanto-Asocio (IUEA). Sayangnya, organisasi yang didirikan Rangkajo Chailan Sjamsoe Datoe Toemenggoeng, aktivitis perempuan asal Sumatera Barat, tersebut akhirnya hilang tertelan bumi.

"Saat itu masih marak paham antisosialis dan komunis. Dan bahasa Esperanto sempat dikait-kaitkan dengan paham komunis. Karena itu, organisasi Esperanto lalu menghilang," ungkap perempuan yang tinggal di Bekasi itu. Padahal, tambah Ilia, tidak ada hubungan antara Esperanto dan paham komunis. Bahasa tersebut tidak mengandung unsur politis sama sekali.

Karena itu, Ilia tidak khawatir untuk membangkitkan kembali bahasa Esperanto di Indonesia lewat AEI.

"Esperanto diciptakan bukan untuk mengganti bahasa yang sudah ada. Tapi, sebagai second language atau penghubung dengan etnis lain. Saat ini sudah ada 120 negara yang menggunakan bahasa itu. Tidak hanya di Eropa, tapi juga di Timur Tengah dan Afrika. Di Afghanistan, Pakistan, dan Iran juga banyak yang berbahasa Esperanto," katanya.

Modal bahasa Esperanto juga bisa memberikan manfaat tersendiri. Ilia sudah merasakan manfaat tersebut secara pribadi. Dia mengenal bahasa itu pada 2009 melalui situs komunitas backpacker.

"Waktu itu saya tahu ada seminar Esperanto dari Heidi Goes asal Belgia. Di sana saya belajar langsung kepada dia," ujarnya.

Berkat bahasa itu pula Ilia bisa mengunjungi banyak negara. Salah satunya Vietnam. Dia sempat merasa sulit melancong di Vietnam karena jarang masyarakat sana yang bisa berbahasa Inggris.

BAHASA adalah identitas bangsa. Namun, lain cerita dengan bahasa Esperanto, bahasa internasional tanpa embel-embel negara. Bahasa yang sempat dianggap

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

BERITA LAINNYA
X Close