Tjilik Riwut dari Bukit Batu
Orang sekampung heboh. Berbekal mandau, tombak dan senjata lainnya, biawak itu diburu. Ternyata, segala macam senjata tak mempan. Biawak raksasa itu pun berdiri dan berkata, "jangan takut dan jangan sakiti saya. Saya jelmaan Tjilik Riwut dari Bukit Batu."
Sempat tak percaya. Tapi, beberapa adegan kemudian, para pemburu pun minta maaf.
Biawak itu membawa pesan, agar segera dilaksanakan upacara Manyanggar Lewu (membersihkan kampung). Dan, agar orang Dayak bisa hidup sejahtera, dan tidak tersisih oleh orang-orang yang datang dari luar, tekunlah berladang dan berkebun.
Entah iya, entah tidak. Yang pasti, senarai kisah di atas membawa pesan baik. Yakni, kelestarian alam harus dijaga.
Dan, kisah Tjilik Riwut dari Bukit Batu memang senantiasa hidup di kalangan orang Dayak.
Hikayat Bukit Batu
Tjilik Riwut pernah menjadi wartawan pada 1940-an. Dia juga menulis sejumlah buku.
Antara lain, Makanan Dayak (1948), Sejarah Kalimantan (1952), Kalimantan Memanggil (1958), Memperkenalkan Kalimantan Tengan dan Pembangunan Kota Palangka Raya (1962), Manaser Panatau Tatu Hiang (1965), Kalimantan Membangun (1979).