Tuan Rondahaim Berjuang Memerdekakan Bangsa
Oleh: Prof. Dr. Budi Agustono - Guru Besar Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara (USU)Tidak saja ke Gayo, Tuan Rondahaim juga berguru teknik berperang dengan panglima perang Aceh.
Pilihan ke Aceh karena kerajaan ini memiliki kekuatan militer yang kuat dan namanya menjulang tinggi di masa kejayaannya. Perjalanannya ke Aceh makin membuka pandangan Tuan Rondahaim di luar wilayah kelahirannya, Raya.
Ia menyerap pengetahuan, meluaskan aliansi dengan kerajaan lain di luar wilayahnya dan semakin mengenal wilayah luar Simalungn yang nantinya menjadi modal sosial dan politik dalam memerintah sebagai Raja di Raya.
Sewaktu kekuasaan Belanda dan kapitalisme kolonial (industri perkebunan) yang dengan cepat berkembang mulai pertengahan abad kesembilan belas sampai seperempat abad ke dua puluh pengaruh sosial dan politiknya menembus Simalungun dan Raya, wilayah kekuasaan Tuan Rondahaim.
Menyaksikan kencangnya mesin kekuasaan kolonial mengeksploitasi tanah-tanah subur di Simalungun, mengeruk sumber daya alam wilayahnya untuk dibawa ke pusat perdagangan internasional, Tuan Rondahaim tidak bersekutu dengan kekuasaan kolonial mencari keuntungan ekonomi dan politik, tetapi sebaliknya mengumandangkan perlawanan mengusir kekuasaan kolonial.
Tuan Rondahaim dibujuk agar bergabung dengan kekuasaan kolonial dan menjadi bagian dalam pengerukan ekonomi wilayahnya serta menjaga kestabilan politik kolonial, tetapi semua tawaran tersebut ditolaknya.
Tuan Rondahaim tetap melawan dan mengangkat senjata melawan kekuasaan colonial Belanda.
Dalam rangkaian perlawanannya, Tuan Rondahaim dibantu panglima perang dari luar Raya sehingga dapat memaksimalkan mengonsolidasi perjuangannya.