Tubi Burek
Oleh Dahlan IskanDia memang masih punya anak satu lagi. Laki-laki. Kakak Tubi. Baik hati.
Pagi itu sang kakak naik sepeda motor, menjemput Tubi –untuk antar cuci darah. Dia menanjaki jalan sempit menuju rumah Tubi: sepeda motornya bersenggolan dengan motor dari arah atas.
Sang kakak meninggal dunia. Seketi. Maksud saya: seketika.
Rumah yang ditempati Tubi dan ibunya itu sangatlah sederhana. Itu dibangun semasa ayah Tubi masih hidup. Belum selesai. Belum ada plafonnya –mungkin menunggu Tubi sembuh. Atau menunggu lagu Rindu Tak Sampai itu ditonton 200.000 orang –termasuk dari seluruh pembaca Disway.
Sebenarnya ada secuil tanah di depan rumah itu. Yang bisa saja ditanami 10 batang kaliandra hijau.
Begitu banyak tanaman jenis itu di pekarangan tetangga-tetangganya. Cepat sekali tumbuhnya. Subur sekali daunnya. Bisa dijual untuk makanan kambing. Banyak yang memelihara kambing ottawa di desa itu.
Saya lihat ada satu rumah yang lebih beruntung dari rumah Tubi. Hanya sepelemparan batu jaraknya.
Rumah itu lebih mentereng –untuk ukuran desa pinggiran kebun teh. Rumah itu punya penghasilan tetap dari pohon di halamannya: pohon teh yang tingginya lebih menjulang dari atap rumah.