Tulisan, Bisikan, dan Jejak Ideologis Bang Buyung
Kesaksian serupa tentang kiprah Buyung dalam penegakan hukum disuarakan mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan dan mantan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh. Bagir menyatakan terakhir berkomunikasi dengan rekan kuliahnya di Universitas Indonesia itu beberapa bulan lalu. Saat itu Buyung datang ke Dewan Pers guna membicarakan aturan untuk crane.
"Dia masih bersemangat membicarakan berbagai aturan yang dirasa tidak pas untuk masyarakat. Salah satunya soal crane yang rencananya disamakan dengan kendaraan biasa," ujarnya.
Saat itu Buyung begitu kukuh agar crane tidak disamakan dengan kendaraan di jalanan. Bagir yang juga ketua Dewan Pers mengatakan, dari masalah tersebut, bisa dilihat tingginya kepedulian alumnus Universitas Utrecht itu kepada masyarakat.
Beda lagi kenangan dan kesaksian Abdul Rahman Saleh. Dia mengatakan, saat dirinya masih menjadi jaksa agung, sempat beberapa kali Buyung memprotesnya. Kalau tidak salah terkait dengan keputusan menahan seorang tersangka. "Saya disurati secara resmi. Padahal, kami ini satu almamater," ujarnya.
Namun, seperti yang diajarkan sebagai penegak hukum, Buyung saat itu bertahan dengan dalilnya. Abdul Rahman juga begitu. "Walau teman, kami tetap profesional. Akhirnya, memang tersangka ini tidak beres dan Adnan Buyung mengakuinya. Saya lupa soal kasus apa," jelasnya.
Di tengah berbagai kesibukannya di dunia hukum itu, Buyung toh tak pernah sampai menomorduakan keluarga. Istri, anak-anak, dan cucu mengenangnya sebagai sosok yang penuh perhatian dan humanistis. Hal yang paling disukainya adalah menghabiskan waktu untuk momong cucu.
"Ya, sebelum sakit, beliau memang suka pergi sama cucu-cucunya," ujar putra kedua Buyung, Maully Nasution.
Adnan Buyung Nasution juga meninggalkan kesan tersendiri bagi Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie. Pada 1989-1990 Jimly dan Buyung sama-sama melakukan riset doktoral di Belanda meski berbeda almamater.