Uji Keharusan Cuti, Ahok Bawa-Bawa Jabatan Presiden
jpnn.com - JAKARTA - Basuki Tjahaja Purnama menilai, penafsiran yang mewajibkan petahana cuti pada masa kampanye dalam pemilihan kepala daerah, telah merugikan hak konstitusionalnya, selaku warga negara Indonesia, yang secara demokratis terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Pasalnya, penafsiran sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat 3 huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota tersebut, bisa menimbulkan ketidakpastian hukum.
Karena memaksa mantan Bupati Belitung Timur itu harus menjalani cuti selama tiga bulan, di luar tanggungan negara.
Padahal di sisi lain, sebagai Gubernur DKI Ahok mengaku dipilih secara demokratis. Dan itu dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 4, Pasal 27 ayat 1, serta Pasal 28D ayat 1 dan 3.
"Jadi selain menimbulkan ketidakpastian hukum, juga menimbulkan ketidakadilan bagi pemohon. Dikarenakan pemohon yang dipilih secara demokratis, selayaknya menjabat selama lima tahun sebagaimana telah diatur di dalam Undang-Undang Pemda," ujar Ahok di hadapan Hakim MK pada sidang pemeriksaan pendahuluan dengan agenda perbaikan permohonan pengujian UU Pilkada, Rabu (31/8).
Menurut mantan anggota DPR ini, kewajiban cuti juga telah merugikan hak konstitusionalnya bekerja menuntaskan amanah rakyat hasil pemilihan langsung.
"Pemohon berpotensi dirugikan haknya dengan diwajibkan cuti selama kurang lebih 4 bulan sampai dengan 6 bulan apabila pemilihan Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta berlangsung dua putaran," ujar Ahok.
Selain itu, Ahok juga menilai penafsiran mewajibkan pemohon cuti ketika maju dalam pilkada, menyebabkan adanya perbedaan kedudukan di dalam hukum.