Untuk Wamen dan Stafsus Ada Anggaran, Kenapa Buat Honorer K2 Tidak?
“Pertama, kenapa ada anggaran untuk wakil menteri? Kedua, kenapa ada anggaran pejabat negara rangkap dua jabatan, misal di dirjen sekaligus komisaris BUMN? Ketiga, bukankah masih terjadi korupsi di negeri ini?” ungkap Emrus.
Ia mengatakan kalau persoalan ini bisa dikelola dengan baik, serta melakukan pencegahan dan memberantas korupsi di instansi pemerintah maupun di semua sektor, tak ada rangkap jabatan pejabat, dan lainnya, maka hampir dipastikan tidak akan ada kendala anggaran untuk menyelesaikan persoalan honorer.
Emrus mengingatkan negara harus berpedoman pada Sila Kelima Pancasila “Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” dalam menjalankan kebijakan, termasuk di dalamnya menuntaskan masalah honorer dengan berkeadilan.
"Masa untuk mengangkat honorer tidak ada duit, tetapi untuk jabatan wakil menteri yang jumlahnya banyak, sorry to say juga ada pula pengangkatan staf khusus presiden yang gajinya Rp 51 juta, belum lagi fasilitasnya, bisa,” ujar Emrus.
Pengamat dari Universitas Pelita Harapan, itu lantas mempertanyakan bagaimana sebenarnya keberpihakan pemerintah terhadap rakyat kecil. Sebab, kata dia, bukankah honorer ini termasuk katagori kelompok masyarakat kecil.
“Jadi, keberpihakan kepada masyarakat kecil ini harus ditunjukkan dalam semua perilaku pemerintah. Oleh karena itu, saya kalau alasannya tidak ada anggaran, tidak dapat diterima akal sehat,” kata Emrus.
Lebih lanjut Emrus menegaskan, pemberantasan korupsi juga harus diperkuat supaya anggaran negara benar-benar diperuntukan demi kepentingan rakyat.
“Kalau bisa pada level zero corruption. Kalau sudah begitu jangankan untuk honorer, bonus untuk ASN, untuk pemulung, pengemis, juga bisa diberikan sehingga saya kira masyarakat bisa lebih sejahtera. Bisa dibangun rumah kecil untuk mereka (pengemis dan pemulung),” paparnya.