Upah Cuma Rp 2,7 Juta, Kerap Dipaksa Kerja 22 Jam
Namun, menurut RS, sangat sering istrinya dan 300-an buruh pabrik di sana, baru boleh pulang pukul 24.00 WIB dan bahkan pada pukul 05.30 WIB esok harinya.
“Selama bekerja di pabrik itu, paling cepat istri saya pulang atau selesai bekerja jam 8 malam. Yang paling sering, dia bekerja sampai jam 12 malam, dan bahkan sampai jam setengah enam subuh semua buruh baru boleh pulang,” ungkap RS.
Biasanya, lanjut RS, jam kerja dari pukul 07.00 WIB pagi sampai pukul 05.30 WIB esok harinya, diterapkan perusahaan garmen tersebut pada hari Jumat.
Sebab, Sabtu adalah hari libur para buruh, sehingga mereka baru boleh pulang pada pagi harinya.
“Beberapa kali juga, hari Minggu, istri saya dan semua buruh diminta masuk. Kalau enggak, ya kena marah dan bisa diberhentikan,” tegas RS.
Menurutnya, meski mengikuti aturan tak manusiawi pihak pabrik garmen, upah atau gaji istrinya selalu tetap, yakni sebesar Rp 2.750.000 per bulan.
Besaran ini jauh dari Upah Minimum Regional (UMP) Kota Depok 2017 yang ditetapkan sebesar Rp 3,2 Juta.
“Berarti, kerja dari pagi ketemu pagi atau sampai tengah malam itu, tidak ada uang lembur sama sekali. Ini benar-benar tak manusiawi,” ucap RS.