Urgensi Implementasi Netralitas dan Imparsialitas Dalam Pemilu
Oleh DR. I Wayan Sudirta, S.H, M.H - Anggota Komisi III DPR RIBeberapa pihak dan elemen organisasi masyarakat sipil kemudian mengeluarkan pendapat atau pernyataannya. Koalisi Masyarakat untuk Pemilu Demokratis (yang dihuni oleh berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat), berpendapat bahwa hal ini merupakan indikasi ketidaknetralan aparatur negara dalam Pemilu dan telah melanggar ketentuan, khususnya dalam UU Pemilu dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa.
Mereka khawatir bahwa mobilisasi aparatur ini akan mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsinya, menciderai legitimasi hasil Pemilu, dan adanya polarisasi dalam masyarakat.
Jika hal ini benar tentunya akan sangat mengancam prinsip demokrasi dan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat. Pengalaman berharga dalam beberapa waktu sebelumnya, persoalan polarisasi menjadi dampak yang tidak terbendung.
Netralitas dan Imparsialitas
Netralitas dan imparsialitas aparatur negara merupakan asas dan prinsip yang penting dalam pelaksanaan Pemilu, yang tentunya memiliki filosofi dan tujuan. UU Pemilu dan UU Pemerintahan Desa maupun ketentuan lain seperti UU tentang Aparatur Sipil Negara (UU Nomor 20 Tahun 2023) telah mengatur sedemikian rupa agar penyelenggaraan Pemilu dapat berjalan secara adil dan demokratis tanpa intervensi.
Hal ini menjadi sangat penting untuk menjamin kehidupan demokrasi dan legitimasi hasil Pemilu yang bersih dan berintegritas; atau dengan kata lain tidak ada campur tangan Pemerintah.
Rakyat memiliki kedaulatan yang dijamin dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 untuk secara bebas menentukan pemimpinnya.
Oleh sebab itu, penyelenggaraan Pemilu yang bersih dan baik yakni sesuai dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil akan mampu meningkatkan kualitas kompetisi yang sehat dan partisipatif, sehingga menjamin keterwakilan yang kuat dan akuntabel.