UU Otsus Pilar Utama Renegosiasi Freeport
jpnn.com - JAKARTA – Forum Masyarakat Peduli Papua (Formepa) menilai renegosiasi perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia (FI) yang saat ini ramai dibicarakan belum menyentuh akar persoalan yang ada. Selain itu, kepentingan sejumlah elit dan sebagian besar bangsa Indonesa telah menegasikan hak masyarakat Papua.
Untuk itu, renegosiasi perpanjangan kontrak karya PT FI harus melibatkan masyarakat dan pemerintah daerah Papua tanpa mengesampingkan kesejahteraan secara nasional. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 yang diubah dengan UU Nomor 35 Tahun 2008 tentang Otonomi Khusus (Otsus) harus menjadi dasar dalam perpanjangan kontrak karya tersebut.
Ketua Formepa Herman Dogopia menyampaikan hal itu saat aksi demonstrasi di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (18/12).
Aksi damai yang digelar Formepa tersebut bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan daerah Papua terkait dengan keberadaan PT FI.
Selama ini, kata Herman, keberadaan masyarakat dan kepentingan kawasan Papua tidak diperhatikan sama sekali. Apalagi, dengan diberlakukannya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), maka hak masyarakat dan daerah Papua tidak diprioritaskan.
Kasus “Papa Minta Saham” menjadi salah satu bukti bahwa sumber daya alam (SDA) yang berada di wilayah Papua hanya dieksploitasi untuk kepentingan elite tertentu yang mengatasnamakan masyarakat Indonesia. Tidak ada kaitan sama sekali dengan hak dan kebutuhan masyarakat Papua yang selama ini dieksploitasi oleh berbagai kepentingan tersebut.
“Dalam rejim ijin usaha pertambangan khusus, masyarakat pemilik tanah ulayat ataupun pemerintah daerah tidak diikutsertakan. Untuk itu, kami mendesak agar renegosiasi yang akan dibicarakan harus berlandaskan pada UU Otsus Papua,” tegas Herman bersama 75 warga Papua yang ikut dalam aksi tersebut.
Dia menegaskan bahwa kewenangan dalam UU Otsus tersebut telah memberi kebebasan kepada masyarakat dan pemda untuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk investasi. Apalagi sebagai bagian dari negara Indonesia, yang dibatasi agar tidak dilakukan pihak daerah dengan pihak luar (asing) adalah keamanan, keuangan, pertahanan, dan hubungan luar negeri. Jadi, selama masih urusan investasi dan bisnis maka masyarakat dan pemda di Papua harus terlibat aktif.