Vonis Juliari Batubara Bikin Terdakwa Berharap Dicerca & Dihina
jpnn.com, JAKARTA - Suparji Ahmad mengaku heran dengan sikap majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang meringankan vonis kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) dengan terdakwa Juliari Batubara berdasar alasan mantan mensos itu telah mendapat sanksi hinaan dan makian dari masyarakat.
Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Al-Azhar itu, alasan yang demikian menandakan bahwa hakim terpengaruh dengan opini publik.
"Alasan majelis hakim itu cukup unik dan menimbulkan polemik kalau itu dijadikan (alasan) yang meringankan. Menunjukkan terpengaruh oleh opini publik dan bisa mendistorsi independensi hakim," kata Suparji Ahmad saat dihubungi JPNN.com, Selasa (24/8).
Suparji menegaskan, dalam memutus suatu perkara, hakim tidak seharusnya terpengaruh intervensi siapa pun apalagi opini maupun bully.
"Hakim itu ibaratnya wakil Tuhan, semua kepentingan pihak tentunya dalam ranah hakim untuk mempertimbangkan. Kepentingan terdakwa dipertimbangkan dengan perhatikan asas, teori, dan norma hukum yang berlaku," ujar Suparji.
Padahal, kata dia, perkara-perkara sebelumnya sudah banyak terdakwa yang di-bully tetapi tidak ada yang dijadikan pertimbangan untuk meringankan hukuman.
"Jadi, ini bisa menjadi suatu disparitas terhadap putusan sebelumnya kalau dibandingkan perkara yang lain. Jelas bully itu sangat masif, kan, itu tidak menjadi pertimbangan," tambah Suparji.
Dia mengatakan berkaca dari kasus yang menjerat politikus PDIP itu, dikhawatirkan semua terdakwa bakal melakukan hal yang sama untuk menarik simpati hakim. Terdakwa dan pendukungnya bisa menebar opini menjadi sasaran hinaan publik agar mendapat keringanan putusan.