Walhi: Pertemuan Strategis Harus Dimanfaatkan
Jumat, 19 Februari 2010 – 21:00 WIB
Teguh mencontohkan, sembilan tahun yang lalu misalnya, Indonesia pernah mengikuti pertemuan ASEAN terkait perdagangan bebas, serta menandatangani kesepakatan. "Tapi, apakah itu menguntungkan? Tidak. Hari ini, bukan hanya rakyat miskin yang menjerit, pengusaha pun ikut menjerit akibat kesepakatan itu. Nah, apa kita mau ini terulang lagi?" kritiknya, sambil menambahkan bahwa kalau kesepakatan itu hanya akan membuat rugi, lebih baik Indonesia tak menandatanganinya.
"Kita (harus) belajar sekarang. Yang paling penting (adalah) meminta negara impor mengurangi demand dan melakukan restorasi ekologi, karena hari ini Indonesia terus diminta menebang hutan, diminta tanam sawit oleh negara maju, kemudian diekspor ke negara mereka. (Sementara) di satu sisi Indonesia dituduh sama negara yang lain sebagai negara pengemis terbesar. Ini tidak fair," kata Teguh lagi.
"Indonesia (di satu sisi) dituduh sebagai negara pengrusak lingkungan nomor satu. Tapi kita harus melihat, yang merusak bukan kita. Misalnya Freeport, itu Amerika. Bukan kita yang merusak hutan, tapi San Darbi. Itu dari Malaysia. Seharusnya, Indonesia kalau ada kesepakatan, mengarahkannya kepada minta pertanggungjawaban pemulihan LH. Karena hari ini, LH lebih penting dari segalanya. Karena kalau lingkungan rusak, ekonomi kita akan kolaps," ujarnya menambahkan. (fm/ito/jpnn)