Waspada RUU KUHP Melemahkan Pemberantasan Korupsi
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo 30 Mei 2018 memberikan dukungan untuk menyelesaikan dan mengesahkan Rancangan Undang-undang Kitab UU Hukum Pidana (RKUHP) pada Agustus 2018.
Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter mengatakan percepatan pembahasan RKUHP ini tidak bisa dipahami publik mengingat masih banyaknya permasalahan dalam perumusan pasal-pasal di dalam aturan tersebut.
Dia mencontohkan, salah satunya adalah masuknya delik korupsi dalam RKUHP akan menimbulkan permasalahan serius.
Permasalahan tersebut berangkat dari dimasukkannya delik-delik korupsi yang bersumber dari UU Tipikor, dengan perubahan sanksi pidana yang signifikan.
“Hal ini justru akan memunculkan diskresi yang sangat besar bagi aparat penegak hukum dalam menerapkan pasal terhadap tersangka maupun terdakwa,” katanya.
Easter mencontohkan, pembuat UU bersepakat untuk memasukkan pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor ke dalam RKUHP sebagai core crimes yang menjadi cantolan bagi UU lain yang berada di luar RKUHP.
Pasal 2 UU Tipikor misalnya, berubah menjadi pasal 687 RKUHP, sedangkan pasal 3 berubah menjadi pasal 688.
Dalam perumusan sanksi pidananya, terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam hal besaran sanksi denda maupun penjara.