Yusman Roy
Dhimam Abror DjuraidMenurut Gus Dur banyak aspek-aspek dalam ajaran Islam yang bersinggungan dengan budaya lokal yang kemudian membutuhkan adaptasi sebelum diadopsi.
Budaya Islam Timur Tengah mempunyai praktik yang berbeda dengan Islam Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Hal-hal yang bersifat akidah menjadi ajaran pokok yang tidak bisa ditawar.
Namun, ada ajaran-ajaran yang mempunyai dimensi budaya yang bisa diadopsi dan diadaptasi dengan budaya lokal, sehingga kemudian muncul sintesa baru sesuai dengan kondisi lokal. Begitu inti pribumisasi Islam Gus Dur.
Gus Dur sering muncul dengan gagasan-gagasan yang kontroversial. Gagasan pribumisasi Islam ini juga menuai kontroversi tinggi karena dianggap mencederai ajaran Islam. Salah satu yang paling diributkan adalah gagasan Gus Dur untuk mengganti salam Islam ‘’Assalamu Alaikum’’ menjadi ‘’Selamat Pagi’’ atau ‘’Selamat Siang’’.
Menurut Gus Dur, esensi ‘’Assalamu Alaikum’’ adalah ucapan selamat kepada orang lain. Dalam tradisi Arab, ucapan itu diungkapkan dengan ‘’Assalamu Alaikum’’. Ada dimensi budaya dalam ucapan itu. Karena itu, kata Gus Dur, di Indonesia salam itu bisa diganti dengan salam dalam konteks budaya lokal, yaitu ‘’Selamat Pagi’’ dan sejenisnya.
Gagasan ini ditentang keras oleh banyak kalangan Islam. Penggantian ‘’Assalamu Alaikum’’ dengan ‘’Selamat Pagi’’ dianggap tidak tepat, karena salam Islam berbeda dengan salam lain, terutama karena ada dimensi doa di dalamnya.
Sebagaimana semua praktik ibadah Islam, salam dalam Islam mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi kemanusiaan dan dimensi keilahian. Ucapan salam Islam tidak sekadar sapaan basa-basi, tetapi ada doa dan pengharapan yang bersifat transcendental.
Ucapan salam seperti ‘’Selamat Pagi’’ hanya mengandung dimensi sosial yang profan, tanpa melibatkan nilai keilahian yang transendental. Karena itu ‘’Selamat Pagi’’ tidak bisa menggantikan ‘’Assalamu Alaikum’’ karena dimensinya berbeda.