Zaytun Robin
Oleh: Dahlan IskanSaat keliling pesantren itu Robin melihat brosur Al Zaytun. Di situ disebutkan mata pelajaran apa saja yang diajarkan. Salah satunya: Pancasila. Robin kaget. Di zaman itu sudah ada pesantren yang punya mata pelajaran Pancasila.
Setelah wawancara Robin berkesimpulan bahwa pesantren ini tidak seperti yang diisukan: sebagai jaringan Negara Islam Indonesia (NII).
Belakangan Robin justru mendengar penegasan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), kala itu, Jenderal Hendropriyono bahwa semua isu itu tidak benar.
Rupanya pernah ada seorang unsur pimpinan di situ yang keluar atau dikeluarkan. Ia yang awalnya membuat isu NII tersebut, bahkan belakangan ada usaha untuk mengambil alih Al Zaytun yang asetnya begitu besar.
Robin tahu banyak soal itu tetapi saya belum berhasil menghubungi orang dimaksud.
Hubungan Robin dengan Al Zaytun lebih dalam lagi. Tahun 2004 ia diberi tahu Syekh Panji: beberapa pihak ingin bekerja sama untuk menerbitkan majalah Al-Zaytun.
Ada yang mengajukan proposal dana Rp 10 miliar. Ada juga yang sampai Rp 20 miliar.
Lalu, Robin, sebagai wartawan merasa mampu menerbitkannya. Dengan biaya yang lebih murah, bahkan tidak perlu biaya. Yang penting majalahnya disebarkan oleh Zaytun. Sebanyak 20.000 eksemplar. Harus laku semua.