Sistem protection visa atau visa perlindungan di Australia dianggap bobrok karena sering disalahgunakan. Kini pemerintah Australia akan mulai menindak tegas.

Menurut pemerintah Australia, 90 persen dari mereka yang mengajukan perlindungan diketahui sebenarnya tidak membutuhkan perlindungan.

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Polisi Thailand Menangkap Remaja Terkait Penembakan di Siam Paragon

Ini menyebabkan mereka yang sebenarnya lebih berhak mendapatkan perlindungan malah harus menunggu lebih lama sampai permohonan suaka mereka dipertimbangkan.

Temuan ini adalah hasil dari peninjauan yang dilakukan oleh Christine Nixo, mantan komisaris utama kepolisian di negara bagian Victoria.

BACA JUGA: Australia Dianggap Memberikan Harapan Palsu kepada Pelajar Internasional

Karenanya, pemerintah Australia akan menindak agen-agen migrasi, setelah menemukan beberapa dari mereka "tidak bermoral" dengan merusak sistem visa, selain ada "celah" dalam sistem  migrasi Australia yang kemudian dimanfaatkan oleh kelompok kriminal terorganisir untuk menyelundupkan manusia ke Australia.

Tinjauan tersebut juga melaporkan bagaimana orang-orang yang memegang visa sementara, serta mahasiswa internasional telah dieksploitasi.

BACA JUGA: Kasus TPPO di Sukabumi Terungkap, AKBP Maruly Pardede Ungkap Fakta Ini

Memanfaatkan visa perlindungan

Pemerintah Australia mengatakan ada beberapa orang meminta perlindungan ke Australia dengan klaim "tidak benar", tapi kemudian bisa tinggal di Australia setidaknya selama 11 tahun, sebelum kasusnya dibawa ke pengadilan.

Celah atau 'loophole' dari sistem imigrasi inilah yang hendak dibereskan oleh Pemerintah Australia.

Salah satu caranya adalah dengan mengeluarkan dana sebesar AU$160 juta untuk "mengembalikan integritas" dalam sistem pemrosesan visanya.

Rincian dana tersebut adalah sebagai berikut:AU$58 juta untuk membayar 10 orang tambahan untuk Administrative Appeals Tribunal (AAT) dan 10 hakim tambahan di Federal Circuit and Family CourtAU$54 juta untuk Departemen Dalam Negeri supaya bisa mempercepat proses aplikasi visa yang baruAU$48 juta untuk mendanai layanan bantuan hukum

Dana yang diberikan kepada Departemen Dalam Negeri di Australia akan digunakan untuk membentuk divisi baru, serta satuan tugas keamanan.

Satuan tugas keamanan ini nantinya akan memastikan keamanan sistem imigrasi, dengan menargetkan penyalahgunaan program imigrasi yang terorganisir.

Mereka juga bertugas untuk menangani orang-orang yang visanya telah habis, namun tetap berada di Australia.

Menteri Dalam Negeri Australia Clare O'Neil mengatakan pihak pemerintah Australia akan berkoordinasi dengan lebih baik untuk menumpasnya.

"Tenaga keamanan permanen akan merombak sistem imigrasi dan meluruskan masalah besar yang kita lihat dan memastikan pihak yang bersalah dikeluarkan dan diminta pertanggungjawabannya," ujar Clare.

"Kita sedang merencanakan perubahan signifikan dalam segi aturan dan memastikan agen migrasi di Australia juga menaati aturan."

Kantor Otoritas Pendaftaran Agen Migrasi akan menggandakan jumlah petugas, dan memperberat hukuman bagi agen-agen migrasi yang terlibat.

Menteri Imigrasi Andrew Giles mengatakan pihak berwenang akan diberikan tugas untuk menjatuhkan sanksi pada agen migrasi yang dianggap "tidak bermoral".

Tes karakter bagi agen migrasi juga akan diperketat, selain juga memperluas Operasi Inglenook yang mengidentifikasi dan membantu korban penyelundupan manusia dalam industri seks.Butuh 'penanganan serius'

Direktur eksekutif Hukum bagi Pencari Suaka David Manne mengatakan upaya perbaikan sistem imigrasi di Australia merupakan "langkah signifikan."

Ia mengatakan orang yang mengajukan visa perlindungan ke Australia biasanya menunggu bertahun-tahun sampai tiba mereka akan diwawancara.

Keputusan atas pengajuannya juga diproses selama bertahun-tahun, karenanya jumlah pengajuannya menumpuk.

David memperkirakan jumlah orang yang menunggu pemrosesan visa perlindungan mencapai 25.000 sampai 30.000, sementara 50.000 lainnya terjebak dalam proses di Administrative Appeals Tribunal.

"Penanganan serius perlu dilakukan karena sistemnya, setelah satu dekade dibiarkan. Ini sudah menimbulkan krisis," ujar David.

Ketua eksekutif organisasi Yayasan bagi Penyintas Kekerasan di Victoria, Paris Aristotle setuju jika waktu pemrosesan yang lama bisa menyebabkan lebih banyak trauma pada pencari suaka karena "ketidakpastian yang tidak pernah berakhir."

Menurutnya, penggelontoran dana yang lebih banyak bisa menghemat pengeluaran jangka panjang.

"Dengan memastikan kalau keputusan dibuat dengan lebih kredibel dan cepat, uang pajak warga Australia juga akan lebih dihemat," ujarnya.Pemerintah saling menuding

Kepada ABC, Menteri Imigrasi Andrew Giles menyalahkan masalah sistem visa saat ini kepada pemerintahan sebelumnya, yakni di bawah Partai Liberal.

"Setelah bertahun-tahun Partai Liberal menutup mata terhadap eksploitasi sistem visa. Pemerintahan sekarang yang dipimpin PM Albanese dan Partai Buruh berupaya membereskan kekacauan dan memperbaiki sistem migrasi untuk mencegah eksploitasi," ujarnya.

"Reformasi ini akan memastikan warga yang benar-benar membutuhkan perlindungan Australia akan memiliki akses yang lebih cepat dan pemrosesan visa yang lebih adil, sehingga mereka bisa hidup dengan kepastian dan stabilitas."

Menteri Dalam Negeri Clare O'Neil juga menyalahkan pemerintah sebelumnya atas buruknya aturan imigrasi Australia, yang menurutnya memungkinkan terjadinya "tindakan kejahatan terburuk yang diketahui umat manusia".

"Salah satu penipuan besar yang dilakukan dalam politik Australia adalah Peter Dutton [mantan menteri pertahanan Australia] yang menampilkan dirinya sebagai orang tangguh yang menjaga keamanan perbatasan dan negara kita," katanya.

Peter Dutton yang kini menjadi pemimpin partai oposisi Australia membalas serangan tersebut dan menggambarkan Clare sebagai seorang "pemarah" dan bertindak "agresif".

"Ia adalah orang yang sangat pemarah, selalu sangat marah dan sangat agresif, dan sikap negatif yang muncul dari Clare O'Neil hari ini. Sikap berlebihan yang diambilnya adalah upaya untuk menutupi kinerja perdana menteri yang buruk," kata Peter.

Artikel ini dirangkum dari laporan ABC News oleh Natasya Salim

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Banyak yang Tahu Suku Ainu, Warga Pribumi Jepang yang Makin Terpinggirkan

Berita Terkait