Meski harga rumah mengalami laju kenaikan paling pesat dalam 32 tahun, namun harga apartemen di sejumlah kota Australia saat ini justru mengalami penurunan.

Penurunan mulai terjadi sejak tahun lalu dan belum pulih hingga sekarang terutama di Sydney dan Melbourne.

BACA JUGA: India Mengalami Gelombang Kedua Penularan COVID-19, Rumah Sakit dan Layanan Kremasi Jenazah Penuh

Kedua kota ini terlalu bergantung pada mahasiswa dan pekerja asing sebagai penyewa apartemen yang investor atau pemiliknya sendiri sebenarnya tak mau menempatinya.

Kondisi inilah yang menyebabkan pasangan Ian Kingsford-Smith dan Berni Joseph mampu membeli apartemen pertama mereka di Sydney  beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: Negara Bagian Victoria akan Bangun Pabrik Vaksin Berteknologi mRNA

"Bila kami membelinya enam hingga 12 bulan lalu, harganya bisa 5 hingga 10 persen lebih mahal," kata Ian kepada ABC News.

Seperti kebanyakan orang Australia, pasangan ini telah lama menyewa tempat tinggal dan belum menemukan properti yang mereka sukai dengan harga yang terjangkau.

BACA JUGA: Ini Alasan Warga Australia Sulit Mendapat Mobil Listrik

Ian mengaku kaget karena pandemi COVID telah membuka peluang baginya untuk membeli apartemen baru di daerah Parramatta, Sydney.

Data lembaga riset properti CoreLogic menunjukkan harga rata-rata unit di Parramatta turun 3 persen menjadi A$574.963 atau sekitar Rp6 miliar.

Penurunan ini terbilang besar bila memperhatikan harga rata-rata unit di seluruh Australia naik 2,3 persen dalam 12 bulan.

Sementara harga rumah di daerah regional melonjak hingga 11,7 persen didorong meningkatnya perpindahan orang ke luar kota.

Harga turun di daerah migran

Dalam beberapa tahun terakhir Sydney dan Melbourne mengalami kenaikan harga apartemen paling rendah, yaitu hanya pada kisaran 0,2 dan 0,9 persen.

Kota lain seperti Brisbane naik 1,9 persen, Perth 4 persen, Adelaide 5,1 persen, Canberra 5,8 persen, Darwin 9,8 persen, dan Hobart 11,2 persen.

Namun, ada daerah tertentu di kota-kota tersebut khususnya Sydney dan Melbourne yang belum pulih dari pandemi dan kini menjadi lebih murah untuk jenis unit.

Menurut CoreLogic, unit tidak hanya mencakup apartemen, namun juga villa dan townhouse.

Menurut peneliti Core Logic Eliza Owen, suburb di Sydney dan Melbourne mengalami penurunan terbesar "karena keduanya merupakan kota paling internasional" di Australia.

"Sebelum pandemi, Sydney dan Melbourne mencakup 63 persen dari seluruh kedatangan internasional," jelasnya.

"Sehingga penutupan perbatasan telah memukul permintaan," katanya.

Eliza menjelaskan ada sejumlah alasan mengapa harga apartemen di suburb tertentu turun.

"Kecenderungan terbesar adalah kedekatan ke pusat kota, sebab pendatang asing umumnya ingin tinggal di pusat kota," jelasnya.

'Jangan beli apartemen'

Namun di suburb yang mengalami penurunan harga apartemen pun tetap ada unit yang terjual lebih mahal.

Hal itu dialami oleh Hazel McNamara, seorang agen real estate yang berhasil menjual unit apartemen A$300 ribu lebih mahal dari harga yang ditawarkan.

"Apartemen standar dengan satu atau dua kamar tidur mengalami stagnasi. Tapi apartemen dengan dua kamar mandi dan dua tempat parkir harganya tidak turun," jelasnya.

Agen real estate lainnya Catherine Cashmore menjelaskan masalah utama dengan apartemen khususnya di Melbourne yaitu terjadinya kelebihan pasokan.

Ia menyebut terlalu banyak apartemen yang dibangun dan tidak cukup banyak orang yang menyewa.

"Bila ingin membeli properti dan melihat harganya naik, jangan beli apartemen," kata Catherine.

Menurut data CoreLogic, harga unit di Darwin dan Hobart tetap mengalami kenaikan.

Kenaikan paling rendah di Darwin terjadi di daerah Leanyer. Harga rata-ratanya naik 4,5 persen menjadi A$260.021 atau sekitar Rp3 miliar.

Sementara di Hobart, kenaikan paling rendah terjadi di daerah Battery Point dengan harga rata-rata menjadi A$703.180 atau sekitar Rp7 miliar.

Kecenderungan penurunan harga yang terjadi di kota-kota yang lebih kecil dibandingkan Sydney dan Melbourne ini disebabkan oleh adanya kelebihan pasokan.

Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari

BACA ARTIKEL LAINNYA... Meski Andalkan Investor, Proyek Bukit Algoritma Tetap Berisiko Mengganggu APBN

Berita Terkait