Agus Salim Pemimpin Rakyat, Sebuah Catatan
Oleh: Mohammad Ibnurkhalid - Praktisi MediaMisi penyadar agar dilaksanakan dengan konsisten, walaupun hanya seorang diri, begitu pesan Agus Salim.
Gerakan Penyadar yang bisa disebut sebagai revolusi mental ala Agus Salim bergulir sampai pada akhirnya Jepang yang kemudian menjajah Indonesia melarang berdirinya partai politik.
Agus Salim sejatinya bila bertahan menjadi pegawai Hindia Belanda, dia bisa hidup berkecukupan. Namun ia memilih berjuang, mencerdaskan, memerdekakan bangsanya dari cengkeraman penjajah.
Agus Salim sebagai jurnalis telah menjadi pemimpin surat kabar Neraca pada tahun 1919. Selanjutnya bersama Hos Tjokro Aminoto mendirikan Fadjar Asia pada tahun 1927.
Iapun rajin mengirim tulisan untuk sejumlah media seperti Hindia Baroe, Bendera Islam, Mustika, Pedoman Masyarakat, Pandji Islam dan Hikmah.
Kepiawaiannya dalam berbahasa asing mengantarkannya menjadi Penasehat Menteri Luar Negeri dan kemudian menjadi Menteri Muda Luar Negeri pada Kabinet Syahrir II dan III.
Tidak terhitung perannya menjadi juru runding Indonesia dalam persidangan Internasional. Agus Salim pula yang mendatangi negara-negara Arab, Mesir, Siria, Libanon yang kemudian mengakui de jure kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia.
Ada catatan menarik dari Prof. Willem Schermerhorn seorang tokoh penting dalam sejarah politik Belanda dan menjadi Perdana Menteri Belanda pada periode 1945-1946.