Ahli Pidana Pertanyakan Masuknya Pasal Ini dalam Dakwaan Habib Rizieq
jpnn.com, JAKARTA - Ahli hukum pidana Abdul Chair Ramadhan mempertanyakan masuknya Pasal 82A ayat (1) juncto Pasal 59 ayat (3) huruf c dan d Undang-Undang Ormas dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Habib Rizieq Shihab di perkara kerumunan Petamburan, Jakarta Pusat.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Ahli Hukum Pidana itu menuturkan Pasal 59 ayat (3) huruf c itu menyangkut tentang larangan Ormas melakukan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Adapun, kata Abdul, huruf d menyangkut tentang melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
"Rumusan huruf c dan huruf d sebagaimana yang didakwakan dan menjadi tuntutan tidak dapat dihubungkan dengan perkara Petamburan," ujar dia dalam keterangan persnya, Selasa (18/5).
Abdul menuturkan, SKB Nomor 220-4780 Tahun 2020, Nomor M. HH-14.HH.05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII/2020, Nomor 320 Tahun 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut, serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI) tidak dapat dijadikan dalil penerapan Pasal 82A ayat (1) jo. Pasal 59 ayat (3) huruf c dan d dalam perkara Habib Rizieq.
Sebab, kata dia, SKB diterbitkan pada 30 Desember 2020. Di sisi lain, penyidikan terhadap Habib Rizieq berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tertanggal 26 November 2020.
Abdul pun menjelaskan bahwa poin ketiga SKB berisi larangan FPI berkegiatan. Termasuk, larangan penggunaan simbol ormas yang berbasis di Petamburan itu.
Poin keempat SKB berisi tentang hak aparat hukum menghentikan seluruh kegiatan yang sedang dilaksanakan oleh FPI. Termasuk dalam hal penggunaan simbol organisasi besutan Habib Rizieq.