Ahmad Basarah Berharap AS dan Tiongkok Tak Terjebak Perangkap Thucydides
Dia juga menekankan, dalam ketegangan LCS itu, Indonesia sebaiknya tidak ikut arus mendukung salah satu dari kedua negara yang sedang berkontestasi sebagai pemegang hagemoni dunia.
Basarah mengusulkan Indonesia tetap konsisten mengikuti ajaran politik Bung Karno yang memilih menggalang aliansi negara-negara nonblok saat AS sebagai kampiun demokrasi bersitegang dengan negara-negara blok komunis.
"Indonesia dapat memanfaatkan situasi ini untuk meredakan ketegangan dan mengusung perdamaian, sambil menarik manfaat ekonomi dan geopolitik dari persaingan global ini," ujar dosen pascasarjana Universitas Islam Malang itu.
Dalam pemberitaan sejumlah media internasional, AS dan Tiongkok dinilai telah memicu ketegangan dunia setelah kedua negara terlibat perang dagang, sementara dalam kondisi pandemi keduanya saling menyalahkan dan menarik dukungan politik banyak negara.
Baca Juga: PPATK Mengecek Rekening Keluarga Akidi Tio soal Donasi Rp 2 T, Hasilnya Mengejutkan
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin belum lama ini juga berkunjung ke Asia Tenggara, sementara di saat hampir bersamaan dilangsungkan latihan tempur gabungan AS bersama negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Basarah menilai sangat wajar jika AS melihat Tiongkok sebagai kekuatan baru dunia. Pertumbuhan ekonomi negeri tirai bambu kini tetap di angka 2,3 persen di akhir 2020, meski seluruh dunia terkena pandemi. Tiongkok diperkirakan bakal menyalip AS sebagai ekonomi terbesar dunia di tahun 2050. Hal ini akan mengganggu hegemoni AS dan sekutunya.
Berbagai forum internasional seperti KTT G7, NATO, dan Uni Eropa (blok Barat) selalu berfokus pada ancaman Rusia dan Tiongkok di Asia Pasifik. Bagi AS, kedua negara itu disebut sebagai 'ancaman ganda'. Tiongkok sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua setelah AS tidak pernah diundang ke semua forum itu.