Alam Galaxy Berharap Kurator Penyebab Pailit Dihukum Seberat-beratnya
Majelis Hakim Pengadilan Niaga Surabaya yang diketuai Erintuah Damanik, S.H., M.H. mengabulkan dan menyatakan semua setoran penambahan modal Atika Ashiblie dan Hadi Sutiono sebagai utang. Keputusan ini telah tertuang dalam status PKPU dalam Perkara No 54/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga Sby pada tanggal 29 Juni 2021.
Pada tanggal 2 Agustus 2021, Rochmad bersama-sama Wahid menerbitkan Daftar Piutang Tetap (DPT) yang dinilai menguntungkan Kreditur Atika Ashiblie. Dalam penentuan DPT disebutkan jumlah utang untuk Atika Ashiblie yang sesuai putusan hakim sebesar Rp39 miliar ditambah menjadi Rp77,81 miliar. Sementara piutang Hadi Sutiono yang dalam putusan Majelis Hakim sebesar Rp59,11 miliar ditentukan dalam DPT menjadi sebesar Rp89,67 miliar.
Akibatnya, Alam Galaxy menderita kerugian karena harus membayar utang kepada keduannya. Apalagi, Alam Galaxy menerima tagihan yang besarannya jauh lebih besar dari seharusnya. Menurut Roy, dalam proses PKPU, Atika Ashiblie mengajukan tagihan bukan saja modal yang disetor tetapi berikut bunga dan hasil hasil yang tidak pernah diperjanjikan sebelumnya. Jumlahnya jauh melebihi tagihan dalam putusan PKPU tersebut
“Banyak orang kehilangan pekerjaan karena masalah ini," ujar Roy.
Rochmad dan Wahid sendiri terancam pidana melakukan pemalsuan, dengan ancaman maksimum 6 tahun. Sedangkan untuk tindak pidana memperbesar tagihan, diancam dengan dipidana maksimum 5 tahun 6 bulan.
Sejak awal, kasus ini memang banyak menuai kontroversi. Putusan majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menetapkan PT Alam Galaxy pailit alias bangkrut saja sudah menuai kritikan.
Sebab, putusan itu dinilai mengabaikan sikap Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan Kasasi Nomor 594 K/Pdt.Sus-Pailit/2022, terkait proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sehari sebelumnya. Alasan hakim belum menerima salinan putusan kasasi, dinilai hal yang tak bisa dibenarikan dan harus diperiksa MA..
“Kalau sudah ada putusan dari Mahkamah Agung hakim tidak boleh memutus suatu perkara. Harusnya (hakim) mengikuti perintah putusan dari MA, atau PK kalau tidak menerima putusan tersebut. Kecuali hakim memutus perkara lain,” ucap Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hukum, Prof. Faisal Santiago beberapa waktu lalu.