Andar Nubowo: Peran Agama Makin Bergeser dari Esensinya
Hal ini serupa dengan pendekatan "messianic tendency" yang dilakukan oleh negara-negara Barat dalam menyebarkan nilai-nilai mereka, seperti kolonialisme yang beralasan membawa peradaban.
“Di kita, dengan membawa mereka ke jalan yang benar, kita sebut itu paradigma yang melegalkan diskriminasi terhadap agama yang lain,” ujarnya.
Burhani juga menyebutkan paradoks negara beragama dan berketuhanan yang menunjukkan ada korelasi yang tampak negatif antara kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat dengan keyakinan terhadap pentingnya agama.
“Negara yang memiliki indeks pembangunan manusia yang tinggi cenderung masyarakatnya menganggap agama tidak penting,” ujar dia, merujuk pada World Happiness Index yang menunjukkan bahwa negara-negara yang lebih bahagia sering kali adalah negara yang tidak terlalu religius.
Namun, Burhani juga mencatat bahwa negara-negara yang religius sering kali unggul dalam filantropi, termasuk Indonesia.
"Filantropi adalah salah satu kekuatan dari negara beragama seperti Indonesia," tambahnya.
Di sisi lain Akademisi Universitas Satya Wacana Salatiga Izak Lattu mengatakan ada ada pluralitas tanpa kesetaraan dalam pengelolaan agama di Indonesia, yang menyebabkan kelompok-kelompok tertentu merasa terpinggirkan.
"Kita berhadapan dengan mayoritanisme yang sangat besar," ungkap Lattu, yang menyoroti bagaimana kelompok mayoritas sering kali menganggap kelompok minoritas sebagai "denizen" atau warga negara setengah.