Anwar Ujang, Kapten Timnas Era 70-an yang Terlupakan
Pele Memuji: Nomor Lima Pemain TerbaikSaking semangat dan rasa cintanya kepada sepak bola, kakek 15 cucu itu ingin mencetak pemain hebat dari daerahnya. Sebab, beberapa tahun belakangan jarang lahir pemain dari daerahnya.
Bermodal uang pribadi dan bantuan seorang anak didiknya, dia menjalankan sekolah sepak bola itu. Muridnya puluhan dan sudah berlangsung dua tahun. Tapi, pada akhir 2013, dia terpaksa harus membubarkan SSB-nya.
Itu disebabkan penyakit dan dana operasi SSB yang tidak lagi mencukupi. Selama ini pemain yang lahir dari klub Persika Karawang itu tidak pernah menarik iuran dari siswanya seperti SSB pada umumnya. Sebagian murid biasanya memberikan iuran semampunya, tapi lebih banyak yang tidak membayar.
Menurut Ujang, kebanyakan pemain potensial, yang memiliki bakat alam dan semangat tinggi, berasal dari keluarga tidak mampu secara ekonomi.
’’Saya yakin dan ingin memberikan kesempatan kepada anak-anak kurang mampu untuk mendapatkan peluang terbaik sebagai pemain. Tapi, sponsor tidak ada. Apalagi, saya sudah tidak bisa terlalu lama di lapangan sekarang,’’ papar mantan pemain Maesa Jakarta, Pardedetex FC, PSMS Medan, dan PSL Langkat itu.
SSB itu bubar sebenarnya karena dia tidak bisa melatih lagi secara langsung saat dirawat di rumah sakit. Sementara itu, untuk membiayai asisten melatih di SSB, dia tidak bisa terus-menerus meminta bantuan dari para donatur.
’’Kadang asisten saya itu saya beri Rp 300 ribu–Rp 400 ribu untuk menemani saya melatih. Tapi, kan kebutuhan lain juga ada. Msialnya, beli bola, sewa lapangan, dan beli perlengkapan latihan yang rusak. Saya tidak kuat lagi menanggung semua itu,’’ tuturnya.
Setelah sembuh, Ujang mencoba mencari sponsor untuk menghidupkan kembali SSB-nya. Sayang, tidak ada satu pun sponsor yang mau membiayai. Alhasil, dia dan asistennya sepakat membubarkan SSB tersebut.