Apa Ada Gunanya Merilis Daftar 200 Mubalig?
jpnn.com, JAKARTA - Daftar 200 mubalig yang direkomendasikan Kementerian Agama malah berujung polemik. Ahmad Satori Ismail, salah satu yang masuk daftar, mengaku tak pernah mendaftar atau didaftar.
”Tapi, saya khusnudzon saja, mungkin diusulkan teman-teman di UIN Jakarta, MUI, atau dari Muhammadiyah atau NU,’’ kata ketua umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) itu kepada Jawa Pos kemarin (19/5).
Fahmi Salim, ustaz yang masuk daftar yang sama, juga demikian. Dia malah berharap Kemenag mencabut namanya. ”Karena berpotensi menimbulkan syak wasangka, distrust di antara mubalig dan dai, serta perpecahan di tengah umat,’’ tutur dia.
Daftar yang dilansir Kemenag Jumat (18/5) itu didasarkan pada banyaknya pertanyaan dari masyarakat tentang nama-nama mubalig yang direkomendasikan.
Menurut Menag Lukman Hakim Saifuddin, 200 nama itu dihimpun dari usulan berbagai pihak. Mereka dianggap memenuhi tiga kriteria: kompetensi keilmuan keagamaan, reputasi yang baik, dan komitmen kebangsaan yang tinggi.
Nama-nama yang masuk daftar itu, antara lain, adalah Said Aqil Siroj, Haedar Nashir, Emha Ainun Nadjib, Abdullah Gymnastiar (Aa’ Gym), Asrorun Ni’am Sholeh, dan Dedeh Rosidah (Mamah Dedeh).
Bagaimana sebenarnya proses di balik keluarnya 200 nama itu? Dirjen Bimas Islam Kemenag Muhammadiyah Amin menuturkan, sebelum masuk bulan puasa, Kemenag berkomunikasi dengan sejumlah ormas dan pengelola masjid. Supaya mengusulkan nama-nama mubalig. ”Saya tidak ingat tanggal berapa. Karena tidak bersamaan,’’ katanya kemarin.
Atas permintaan tersebut, lantas dijawab oleh ormas dan kalangan masjid. Di antaranya berasal dari NU, Muhammadiyah, Masjid Istiqlal, Masjid Agung Al Azhar, Masjid At Tin, serta dari Institut PTIQ dan IIQ.