Apa Ada Gunanya Merilis Daftar 200 Mubalig?
Setiap lembaga itu diberi kewenangan menjaring serta mengusulkan nama. Dan, begitu nama tersebut masuk, Kemenag tidak mencoret satu pun. Jadi, memang ada 200 nama yang masuk.
Selanjutnya, kata Amin, penjaringan nama-nama mubalig akan diperluas. Bahkan, jajaran kantor Kemenag di kabupaten/kota maupun kantor kanwil Kemenag provinsi juga diminta memberikan usul.
Terkait polemik yang muncul, Amin mengatakan bahwa daftar itu bersifat sementara. Penentuannya berdasar tiga kriteria: keilmuan, reputasi berdakwah, sampai komitmen kebangsaan. Kriteria terakhir itu ditetapkan untuk mencegah adanya tokoh yang mendakwah radikalisme.
Dia mempersilakan masyarakat mengusulkan nama-nama mubalig mereka. Tapi, Amin berharap penyalurannya tetap melalui ormas, pengelola masjid, atau instansi Kemenag di daerah.
”Di luar 200 nama mubalig itu pasti ada mubalig yang kompeten. Untuk itu, mubalig-mubalig di luar yang 200 itu tetap diperbolehkan untuk berceramah seperti biasanya,” katanya.
Masyarakat, menurut Satori, memang tidak perlu berlebihan menanggapi nama-nama ulama yang direkomendasi Kemenag itu. Dia meyakini di luar daftar nama tersebut masih banyak dai atau ulama yang lebih jago ilmu agamanya, lebih damai pesan-pesannya, serta lebih kuat rasa kebangsaannya.
Menurut guru besar Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, daftar yang dikeluarkan Kemenag tersebut sebatas contoh. Dia menuturkan, tidak mungkin Kemenag bisa mendata sekaligus merekomendasikan dai seluruh Indonesia.
Dia juga menyebutkan, tidak mungkin misi dakwah agama Islam di Indonesia hanya dipegang 200 nama tersebut. ”Kalau 200 nama itu, hanya untuk Jakarta saja masih kurang. Bagaimana untuk Papua, Kalimantan, dan daerah-daerah lain?” jelasnya.