ASN dan Pegawai BUMN Bisa Diwajibkan Beli Beras Bulog
Dia mencontohkan pada 2014-2016, Bulog menyalurkan 3.295.022 ton beras. Dari jumlah itu, 2.919.739 ton beras di antaranya terserap untuk Raskin/Rastra.
Ketika Raskin/Rastra diubah jadi BPNT, outlet ini hilang. Sebagai gantinya, kata dia, pemerintah menciptakan kebijakan Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH), yang secara prinsip tidak ada bedanya dengan SPHP beras saat ini.
Operasi pasar, kata dia, adalah instrumen untuk menstabilkan harga beras. Keberhasilan operasi pasar amat bergantung pada kondisi pasar. Karena sifatnya yang kondisional, volume operasi pasar tidak bisa ditargetkan. Ketika ditargetkan, bahkan ada target harian, akan membuat penetrasi pasar lemah.
Dia kemudian membeberkan volume KPSH rentang 2018-2022 yang hanya 843.646 ton per tahun atau hanya 28,8% dari rerata penyaluran Raskin/Rastra sebesar 2.919.739 ton beras per tahun.
Turunnya penyaluran ini, jelas dia, diikuti oleh penurunan pengadaan beras Bulog: dari rerata 2,16 juta ton jadi 0,811 juta ton beras.
Ketidakpastian KPSH sebagai outlet penyaluran beras Bulog, jelas Khudori, tampak dari volume yang fluktuatif: hanya 544.723 ton beras pada 2018 dan mencapai 1.261.215 ton beras pada 2022.
"Ketika SPHP/KPSH yang tidak pasti dijadikan outlet utama penyaluran beras Bulog, ketidakpastian itu ditransfer ke Bulog dalam berbagai bentuk risiko. Salah satunya risiko keuangan," kata dia.
Agar ini tidak terjadi, jelas Khudori, pemerintah diminta mengintegrasikan kembali kebijakan perberasan hulu-tengah-hilir.