Bamsoet Sebut RUU Ini Memperkuat Upaya Pencegahan TPPU
jpnn.com - Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal memperkuat upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Dia berharap RUU ini mampu membatasi transaksi uang kartal atau tunai yang sering disalahgunakan oleh pelaku tindak pidana korupsi, terorisme serta bisnis illegal lainnya.
“Para pelaku tindak pidana lebih memilih menggunakan uang tunai agar transaksi kejahatannya tidak mudah terdekteksi,” kata Bamsoet sapaan Bambang Soesatyo dalam acara Diseminasi RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, Optimalisasi Penelusuran Aset Hasil Tindak Pidana Melalui Regulasi Pembatasan Transaksi Uang Kartal, di Jakarta, Selasa (17/4).
Menurut Bambang, umumnya pelaku korupsi, terorisme dan pencucian uang selalu berupaya menghindari transaksi melalui lembaga keuangan. Jika melalui lembaga keuangan akan sangat mudah dilakukan dilacak. Karena itu, dalam kasus korupsi, pencucian uang dan terorisme, para pelaku lebih banyak menggunakan transaksi tunai.
Dia mengakui, penggunaan transaksi tunai dalam kasus korupsi menjadi kendala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melacak aliran dana. Para penyidik sulit untuk menelusuri transaksi karena tidak tercatat dalam sistem keuangan.
“Terungkapnya beberapa kasus korupsi dan terorisme yang diduga dibiayai dari pihak dalam maupun luar negeri, menimbulkan kecurigaan bahwa kasus-kasus tersebut dilakukan dengan transaksi tunai. Sehingga, transaksi tersebut tidak tercatat dan aparat berwenang sulit untuk melakukan pelacakan,” jelas Bamsoet.
Politikus Partai Golkar ini mengatakan besaran jumlah transaksi tunai memiliki korelasi dengan indeks korupsi suatu negara. Menurut dia, negara dengan jumlah transaksi tunai tinggi memiliki persepsi tingkat korupsi yang lebih buruk jika dibandingkan dengan negara yang transaksi tunainya rendah.
Dia mencontohkan, India, Bulgaria, Rusia, dan Indonesia yang transaksi tunainya di atas 60 persen memiliki persepsi tingkat korupsi yang buruk. Sementara Denmark, Swedia, dan Finlandia yang transaksi tunainya rendah sekitar 10 persen – 20 persen memiliki persepsi tingkat korupsi sangat rendah.
Dia menambahkan di Perancis, Belgia atau Brazil telah dilakukan pembatasan transaksi keuangan tunai. “Di negara-negara tersebut, aturan pembatasan transaksi keuangan tunai digunakan sebagai salah satu sarana untuk menekan tingkat korupsi. Sejauh ini upaya tersebut efektif meminimalisir korupsi yang terjadi,” tutur Bamsoet.